Senin, 20 Mei 2013

TUBERKULOSIS



A.       DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah setiap penyakit menular pada manusia yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa pada jaringan-jaringan. Tuberculosis paru adalah infeksi paru oleh Mycobacterium tuberculosis. [1]

B.        EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi terbagi atas :
·         Epidemiologi Global : pada bulan maret 1993, WHO mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikrobakterium TB. Diantara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan :
1.      Kemiskinan pada berbagai penduduk tidak hanya pada Negara yang sedang berkembangtetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu dinegara maju.
2.      Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup.
3.      Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan terutama dinegeri-negeri miskin.
4.      Tidak memadainya pendidikan mengenai TB diantara para dokter.
5.      Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat.
6.       Adanya epidemi HIV terutama di afrika dan asia. [1]

·         Epidemiologi TB di Indonesia : Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor # penybab kematian tertinggi di Indonesia. [1]
C.        ETIOLOGI
Penyakit TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TB pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
Penyakit TB biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TB dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TB ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TB.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TB. [2]
D.       MANIFESTASI KLINIK
Pada awalnya penderita hanya merasakan tidak sehat atau batuk. Pada pagi hari, batuk bisa disertai sedikit dahak berwarna hijau atau kuning. Jumlah dahak biasanya akan bertambah banyak, sejalan dengan perkembangan penyakit. Pada akhirnya, dahak akan berwarna kemerahan karena mengandung darah.
Salah satu gejala yang paling sering ditemukan adalah berkeringat di malam hari. Penderita sering terbangun di malam hari karena tubuhnya basah kuyup oleh keringat sehingga pakaian atau bahkan sepreinya harus diganti.
Sesak nafas merupakan pertanda adanya udara (pneumotoraks atau cairan (efusi pleura) di dalam rongga pleura. Sekitar sepertiga infeksi ditemukan dalam bentuk efusi pleura. Pada infeksi tuberkulosis yang baru, bakteri pindah dari luka di paru-paru ke dalam kelenjar getah bening yang berasal dari paru-paru. Jika sistem pertahanan tubuh alami bisa mengendalikan infeksi, maka infeksi tidak akan berlanjut dan bakteri menjadi dorman.
Pada anak-anak, kelenjar getah bening menjadi besar dan menekan tabung bronkial dan menyebabkan batuk atau bahkan mungkin menyebabkan penciutan paru-paru. Kadang bakteri naik ke saluran getah bening dan membentuk sekelompok kelenjar getah bening di leher. Infeksi pada kelenjar getah bening ini bisa menembus kulit dan menghasilkan nanah.
Tuberkulosis bisa menyerang organ tubuh selain paru-paru dan keadaan ini disebut tuberkulosis ekstrapulmoner.
Bagian tubuh yang paling sering terkena adalah ginjal dan tulang. Tuberkulosis ginjal bisa hanya menghasilkan sedikit gejala, tetapi infeksi bisa menghancurkan sebagian dari ginjal. Lalu tuberkulosis bisa menyebar ke kandung kemih.
Pada pria, infeksi juga bisa menyebar ke prostat, vesikula seminalis dan epididimis, menyebabkan terbentuknya benjolan di dalam kantung zakar. Pada wanita, tuberkulosis bisa menyerang indung telur dan salurannya, sehingga terjadi kemandulan.
Dari indung telur, infeksi bisa menyebar ke selaput rongga perut dan menyebabkan peritonitis tuberkulosis, dengan gejala berupa lelah, nyeri perut disertai nyeri tekan ringan sampai nyeri hebat yang menyerupai radang usus buntu.
Infeksi pada dasar otak disebut meningitis tuberkulosis. Gejalanya berupa demam, sakit kepala yang menetap, mual dan penurunan kesadaran. Kuduk sangat kaku sehingga dagu tidak dapat didekatkan ke dada. Kadang setelah meningitisnya membaik, akan terbentuk massa di dalam otak, yang disebut tuberkuloma. Tuberkuloma bisa menyebabkan kelemahan otot (seperti yang terjadi pada stroke) dan harus diangkat melalui pembedahan. [2]

E.        PATOGENESIS

a.          Tuberkulosis Primer

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan ber-bentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
·         Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
·         Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5mm dan kurang lebih 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
·         Berkomplikasi dan menyebar secara : a).Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya, b).secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, c).secara limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya, d).secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberkulosis primer. [1]
b.         Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
TB pasca primer juga berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensi-nya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi:
·               Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
·               Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek menjadi jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut.
Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat:
a) Meluas kembali dan menimbukan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga menjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura;
b)  Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma;
c)  Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni:
1)   Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
2)   Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna.
3)   Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna juga. [1]

F.         PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Pemeriksaan Dahak (Spuntum)
Pemeriksaan dahak atau pemeriksaan spuntum ini merupakan salah satu  dari pemeriksaan laboratorium yang sangat berguna untuk menegakan diagnosa tuberkulosis paru, karena dengan ditemukannya kuman BTA (basil tahan asam) yang terdapat dalam spuntum, diagnosa tuberkulosis sdh dapat dipastikan. Selain itu, pemeriksaan ini juga bertujuan untuk mengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan.

Kadang-kadang spuntum sulit untuk didapatterutama bagi pasien yang tidak batuk atau yang batuk produktif.  Oleh karena itu :
1.   Satu hari sebelum pemeriksaan spuntum, pasien dianjurkan minum air putih sebanyak ± 2 liter.
2.   Dianjurkan agar pasien melakuakan reflek batuk.
3.   Dapat juga dengan memberi obat-obatan mukolitik dan ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit.
a.       Obat Mukolitik
Adalah obat yang bisa mengencerkan sekret saluran napas dengan jealn memecahkan benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari spuntum sehingga, spuntum mudah untuk dikeluarkan.
Contoh : bromheksin, asetilsistein, dan ambroksol.
b.      Obat ekspektoran
Adalah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulus mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran napas melalui N. Vagus, sehingga menurunkan viskositas spuntum dan mempermudah pengeluarannya.
Contoh : amonium klorida, gliseril guaiakolat dll.
c.       Larutan garam hipertonik
Larutan garam hipertonik bersifat lebih iritan sehingga menimbulkan batuk. Karena sifatnya yang hipertonik, larutan ini merangsang pengeluaran cairan dari mukosa saluran napas sehingga digunakan untuk merangsang pengeluaran sputum pada penderita batuk yang tidak produktif
4.         Bila masih sulit untuk mendapatkan spuntum bisa dilakukan bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage).
5.         Bisa juga dengan didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini biasanya dilakukan pada anak-anak karena mereka sulit untuk mengeluarkan dahak.

Adapun kriteria spuntum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan (diperlukan 5.000 kuman dalam 1mL spuntum). Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok (modifikasi gabungan cara pulasan kinyoun dan gabbet).
Cara pemeriksaan spuntum yang dilakukan antara lain :
a.       Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
b.      Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresense (pewarnaan khusus)
      Pemeriksaan ini dengan mengunakan sinar ultraviolet dengan sensitivitas yang tinggi namun jarang digunakan karena pewarnaan yang dipakai (auramin-rho-damin) dicurigai bersifat karsinogen.
c.       Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
Setelah 4-6 minggu penanaman spuntum pada media pembiakan, dan koloni kuma tuberkolosis mulai nampak makan dinyatakan positif. Tetapi bila setelah 8 minggu koloni kuman tuberkolosis belum juga tampak maka dinyatakan negatif.
d.      Pemeriksaan terhadap resistensi obat
Kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopik biasa terdapat kuman BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena dead bacilli atau non culturable bacili yang disebabkan karena keampuhan paduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalama waktu pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sedian biakan, bahan-bahan selain spuntum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan serebrospinal urin dan tinja. [1]

2.      Tuberkulin

Tuberkulin Adalah Cairan steril yang mengandung produk pertumbuhan dari basilus tuberkel, atau substansi spesifik yang diekstrak dan digunakan dalam berbagai bentuk pada diagnosis tuberculosis[1]
Tes Tuberkulin merupakan Sejumlah besar uji kulit untuk tuberkulosis yang menggunakan berbagai jenis tuberkulin dan metode pemakaian yang berbeda. Disuntikan sejumlah kecil protein yang berasal dari bakteri tuberkulosis ke dalam lapisan kulit (biasanya di lengan). 2 hari kemudian dilakukan pengamatan pada daerah suntikan, jika terjadi pembengkakan dan kemerahan, maka hasilnya adalah positif TB. Jika Pemeriksaan atau tes tuberculin ini negatif, maka belum tentu hasilnya adalah TB negatif tapi malah TB Positif.  Alasannya karena Tes tuberculin ini fungsinya untuk mengetahui apakah terjadi infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis atau tidak. Bisa saja Bakteri ini terpapar tapi tidak menginfeksi, karena respon imun tubuh yang lebih kuat dari pada bakteri tersebut (dorman). Itulah mengapa bisa hasil Tes tuberculin negatif tapi ternyata penderitanya positif TB.   [1, 2]
3.      Tes Darah
Tes darah pada TB juga disebut Disebut juga “interferon-gamma release assays”(IGRA). Tes ini tujuannya untuk mengukur reaktivitas imun seseorang terhadap M. tuberkulosis . di mana sel darah putih dari orang yang telah terinfeksi  M. tuberkulosis akan merilis interferon-gamma (IFN-g) bila dicampur dengan antigen yang berasal dari M. tuberculosis.
FDA telah menyetujui dua tes interferon gamma release assay (IGRA) untuk infeksi TB:
  QuantiFERON®-TB Gold In-Tube test (QFT-GIT)
  T-SPOT®. TB test (T-Spot)
Perbedaan dari kedua tes ini adalah:

QFT-GIT
T-Spot
Awal Proses
Proses seluruh darah dalam waktu 16 jam
Proses sel mononuklear darah perifer (PBMC) dalam waktu 8 jam, atau jika T-Cell Xtend ®digunakan, dalam waktu 30 jam
Kemungkinan Hasil
Positif, negatif, tak tentu
Positif, negatif, tak tentu, batas (borderline)

Adapun beberapa hasil dari kedua tes ini:
  Positif: Ada respon imun yang menunjukkan adanya bakteri M. tuberkulosis.
  Negatif: Belum ada reaksi kekebalan yang menunjukkan adanya bakteri M. tuberkulosis.
  Tak tentu: Hasil tidak jelas. Pada pengujian mungkin terjadi kesalahan atau hasilnya tidak konklusif.
  Borderline (T-SPOT ® TB saja.): Hasil di zona perbatasan dan tidak dapat mengetahui apakah benar-benar positif atau negatif. [4]
G.          DIAGNOSA DIFERENSIAL

1.   Asma Bronkial
Penyakit asma (Bronchial asthma; Exercise-induced asthma) adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara.
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala asma dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala. Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipin telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,
Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita. [5]

2.      Rhinitis alergi
Penderita rhinitis alergika mengalami hidung tersumbat berat, dan dapat melaporkan sekresi hidung yang berlebihan (rinore), serta bersin yang terjadi berulan dan cepat. Pruritis pada mukosa hidung, tenggorokan, dan telinga sering mengganggu dan disertai kemerahan pada konjungtiva, pruritis mata, dan lakrimasi. Selaput lendir yang terserang menunjukan dilatasi pembuluh darah (khususnya venula) dan adema yang menyeluruh dengan gambaran mencolok dari eosinofil dalam jaringan maupun dalam sekresi. Preuritis dapat ditimbulkan dengan hanya meletakan histamin pada mukosa normal, rhinitis alergika dapat mengambarkan pengaruh jaringan pada zat-zat mediator yang berasal dari sel mast yang dikenal. Pelepasan histamin, leukotrien, prostalglandin D, dan sebagainya, dari mukosa dapat terlihat setelah kontak langsung hidung orang yang peka dengan alergen serbuk sari.
Rhinitis alergika terbagi menjadi bentuk “musiman” dan bentuk “perineal”. Rinitis alergika musiman, atau “hay faver”, biasanya menimbulkan satu periode dengan gejala tertentu pada tahun-tahun berikutnya, keadaan ini mencerminkan adanya kepekaan terhadap serbuk sari dan spora jamur yang berterbangan di udara dengan jadwal prevalensi pasti. Rinitis musiman biasanya ringan pada banyak orang dan mereka tidak berobat ke dokter, tetapi dapat merupakan penyakit yang melelahkan pada beberapa orang karena penderita terus menerus bersin, rinore yang banyak, dan preuritis yang tidak sembuh-sembuh. Selaput lendir yang sangat pucat dan bengkak biasanya menyertai gejala-gejala ini, dan banyak sekali eusinofil dalan sekret hidung.
Rhinitis perineal jarang menunjukan perubahan besar dalam beratnya penyakit sepanjang tahun, dan gejala-gejala sering didominasi oleh obstruksi hidung kronik; penyebab yang mencolok mencakup debu rumah tangga, dan bahan-bahan yang berasal dari hewan, sehingga pasien akan terpapar bahan-bahan tersebut setiap hari. Rhinitits alergika perineal jarang langsung menjadi sumber gejala yang mendadak, tetapu obstruksi parsial hidung yang menetap dan dapat menimbulkan komplikasi yang tidak menyenangkan, seperti bernapas melalui mulut, dengan akibat pasien mengeluh karena mendengkur dan rasa kering pada orofaring.
Sering timbul lingkaran gelap dan jaringan berlebihan di bawah mata. Istilah populernya “mata bengkan alergik”, perubahan-perubahan ini terjadi dengan obstruksi hidung yang lama oleh sebab apa pun. Mukosa yang bengkak mudah terinfeksi bakteri dan sering dijumpai obstruksi sinus paranasal, mengakibatkan sinusitis rekuren atau kronik.
Pengeluaran sekret dari fokus-fokus infeksi dalam hidung mempermudah timbulnya sakit tenggorokan dan bronkus menjadi kotor sehingga timbul infeksi. Khususnya pada infeksi rekuren, mukosa hidung yang bengkak dapat membentuk tonjolan lokal, tau polip,yang nantinya akan menyumbat jalan napas.
Khususnya pada anak-anak , muara tuba eustasius dalam faring dapat tersumbat oleh pembengkakkan mukosa, pembesaran jaringan limfoid, atau eksudat. Tanpa adanya hubungan udara, tekannan telinga bagian tengah menjadi negatif dan berisi cairan, menimbulkan otitis serosa kronik dengan sekurang-kurangnya trjadi kehilangan pendengaran sementara, dapat mengganggu kemampuan bicara dan pada banyak kasus, sering terjadi infeksi telinga tengah rekuren. [6]

H.    PENATALAKSANAAN

1)   Terapi Non-medikamentosa (Edukasi pasien dan keluarga)
Adalah dalam bentuk Edukasi untuk setiap pasien Tb. Diantaranya yang dapat dilakukan adalah :
Ø  Menjelaskan bahwa batuk berdahak yang dirasakan berasal dari gangguan paru dan kekhawatiran mengenai komplikasi penyakitnya dapat dicegah bila pasien berobat dan kontrol secra teratur,dan tidak putus obat. Menjelaskan pentingnya penatalaksanaan secara holistic (terutama preventif dan kuratif) untuk keluhannya itu agar harapan pasien tercapai.
Ø  Edukasi tentang penyakit tuberculosis (etiologi, gejala, terapi, pencegahan dan penularan).
Ø  Edukasi mengenai hipertensi dan modifikasi gaya hidup dengan diet rendah garam, mengurangi konsumsi kopi, olahraga dan berhenti merokok.
Ø  Edukasi bahaya dari prilaku self-medication kepada kesehatan.
Ø  Edukasi tentang pentingnya ventilasi dan pencahayaan yang baik untuk menciptakan rumah yang sehat.
Ø  Edukasi tentang lingkungan sehat dan bersih untuk meningkatkan taraf kesehatan. [7]
2)      Terapi Medikamentosa
Pengobatan TB didakan atas 2 macam. Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TB) dan II (Terinfeksi TB/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TB (gejala TB tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
1.         Pencegahan (profilaksis) primer
·        Pasien yang berkontak erat dengan penderita TB BTA (+).
·        INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
·        Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-).
2.      Pencegahan (profilaksis) sekunder
·            Pasien dengan infeksi TB yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TB.
·            Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TB digolongkan atas dua kelompok yaitu :
v Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
v Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin. [8]
Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat
Dosis harian
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH
5-15 (maks 300 mg)
15-40 (maks. 900 mg)
15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin
10-20 (maks. 600 mg)
10-20 (maks. 600 mg)
15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid
15-40 (maks. 2 g)
50-70 (maks. 4 g)
15-30 (maks. 3 g)
Etambutol
15-25 (maks. 2,5 g)
50 (maks. 2,5 g)
15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin
15-40 (maks. 1 g)
25-40 (maks. 1,5 g)
25-40 (maks. 1,5 g)
Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TB di Indonesia mengalami perubahan manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia – WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TB di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TB melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TB dan lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TB dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TB yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).
ü    Pengobatan TB pada orang dewasa
1.    Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada: Penderita baru TB paru BTA positif dan Penderita TB ekstra paru (TB di luar paru-paru) berat.
2.    Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada: Penderita kambuh, Penderita gagal terapi dan Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
3.    Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada: Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

ü    Pengobatan TB pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TB jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1.      2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2.      2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TB pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb. [1, 8]
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat

INH
: 5 mg/kgbb/hari

Rifampisin
: 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TB)

INH
: 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin
: 15 mg/kgbb/hari

Dosis prednison
: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg) [1]

I.       PROGNOSIS
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi yang menyerang paru-paru. Hal ini menyebar dari orang ke orang melalui udara. Setiap tahun TB bertanggung jawab atas kematian sekitar dua juta orang di seluruh dunia.
ü  Lihat Dokter Segera
Seseorang menunjukkan tanda-tanda dan gejala TB harus melihat seorang dokter sesegera mungkin. Pengobatan awal secara signifikan meningkatkan kemungkinan prognosis jangka panjang positif.
ü  Manfaat
Untuk memastikan prognosis jangka panjang positif, pasien TB ketat harus mematuhi rejimen obat yang diresepkan oleh dokter mereka. Mengubah jadwal pengobatan, dosis dilewatkan atau tidak memakai obat yang akan meningkatkan risiko kematian.
ü  Kesalahpahaman
Banyak orang mulai merasa lebih baik beberapa minggu setelah memulai pengobatan, namun bakteri TB masih sangat aktif dalam tubuh mereka. Penghentian pengobatan saat ini dapat mengakibatkan resistan terhadap obat TB. Resistan terhadap obat TB adalah jauh lebih sulit untuk mengobati dan membawa risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan non-resistan terhadap obat TB.
ü  Time Frame
Prognosis jangka panjang untuk pasien yang diobati untuk TB umumnya baik. Dengan pengobatan yang tepat, 90 persen pasien TB akan bertahan penyakit.
ü  Peringatan
TB tidak akan hilang dengan sendirinya. Orang dengan TB yang tidak diobati memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada mereka yang mencari pengobatan. Hampir 50 persen orang dengan TB yang tidak diobati meninggal dalam waktu 5 tahun. [9]


J.       PENCEGAHAN
Pencegahan dan pengendalian TB membutuhkan dua pendekatan paralel. Pada yang pertama, orang dengan TB dan kontak mereka diidentifikasi dan kemudian diobati. Identifikasi infeksi sering melibatkan pengujian kelompok berisiko tinggi untuk TB. Dalam pendekatan kedua, anak-anak yang divaksinasi untuk melindungi mereka dari TB. Tidak ada vaksin yang tersedia yang memberikan perlindungan yang handal untuk orang dewasa. Namun, di daerah tropis dimana tingkat spesies lain dari mikobakteri yang tinggi, paparan mikobakteri nontuberculous memberikan beberapa perlindungan terhadap TB.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan TB keadaan darurat kesehatan global pada tahun 1993, dan Stop TB Partnership mengembangkan Global Plan to Stop TB yang bertujuan untuk menyelamatkan 14 juta jiwa antara tahun 2006 dan 2015. Karena manusia adalah host hanya''''Mycobacterium tuberculosis, pemberantasan akan mungkin: sebuah tujuan yang akan dibantu oleh vaksin sangat efektif.
Vaksin
Banyak negara menggunakan Bacillus Calmette-Guerin (BCG) vaksin sebagai bagian dari program pengendalian TB mereka, terutama untuk bayi. Menurut WHO, ini adalah vaksin yang paling sering digunakan di seluruh dunia, dengan 85% dari bayi di 172 negara diimunisasi pada tahun 1993. Ini adalah vaksin pertama untuk TB dan dikembangkan di Institut Pasteur di Prancis antara 1905 dan 1921. Namun, massa vaksinasi dengan BCG tidak mulai sampai setelah Perang Dunia II. Efektivitas pelindung dari BCG untuk mencegah bentuk serius TB (misalnya meningitis) pada anak-anak lebih besar dari 80%; efikasi protektif untuk mencegah TB paru pada remaja dan orang dewasa adalah variabel, mulai dari 0 hingga 80%.
Di Afrika Selatan, negara dengan prevalensi TB tertinggi, BCG diberikan untuk semua anak di bawah usia tiga tahun. Namun, BCG kurang efektif di daerah di mana mikobakteri kurang lazim, sehingga BCG tidak diberikan kepada seluruh penduduk di negara-negara. Di Amerika Serikat, misalnya, vaksin BCG tidak dianjurkan kecuali untuk orang-orang yang memenuhi kriteria tertentu.
Beberapa vaksin baru untuk mencegah infeksi TB yang sedang dikembangkan. Vaksin TB pertama rekombinan rBCG30, memasuki uji klinis di Amerika Serikat pada tahun 2004, disponsori oleh Institut Nasional Penyakit Alergi dan Infeksi (NIAID). Sebuah studi 2005 menunjukkan bahwa TB DNA vaksin yang diberikan dengan kemoterapi konvensional dapat mempercepat hilangnya bakteri serta melindungi terhadap infeksi ulang pada tikus, mungkin diperlukan waktu empat sampai lima tahun akan tersedia pada manusia. Sebuah vaksin TB yang sangat menjanjikan, MVA85A, saat ini sedang dalam uji coba fase II di Afrika Selatan oleh sebuah kelompok yang dipimpin oleh Oxford University, dan didasarkan pada virus vaccinia rekayasa genetika. Banyak strategi lain juga digunakan untuk mengembangkan vaksin baru, termasuk vaksin subunit (fusi molekul terdiri dari dua protein rekombinan disampaikan dalam ajuvan) seperti Hybrid-1, HyVac4 atau M72, dan adenovirus rekombinan seperti Ad35. Beberapa vaksin dapat diberikan secara efektif tanpa jarum, membuat mereka lebih baik untuk daerah-daerah dimana HIV sangat umum. Semua vaksin ini telah berhasil diuji pada manusia dan sekarang dalam pengujian diperpanjang di daerah endemik TB. Dalam rangka mendorong penemuan lebih lanjut, para peneliti dan pembuat kebijakan ekonomi baru mempromosikan model pengembangan vaksin, termasuk hadiah, insentif pajak dan komitmen memajukan pasar.
Bill dan Melinda Gates Foundation telah menjadi pendukung kuat dari pengembangan vaksin TB baru. Baru-baru ini, mengumumkan hibah $ 200 juta untuk Yayasan Aeras TB Vaksin Global untuk uji klinis pada hingga enam kandidat vaksin TB yang berbeda saat ini di dalam pipa. [10]

Kesimpulan Hasil Diskusi
Dari hasil diskusi maka dapat disimpulkan bahwa pekerja tersebut telah terinfeksi kuman TB, yang mana penularan kuman tersebut mungkin melalui teman sekerjanya di pabrik kayu sebagai penderita TB positif, atau mungkin pekerja tersebut telah tertular oleh orang rumah yang tidak diketahui menderita TB positif. 
Seharusnya di tempat kerja tersebut difasilitasi dengan pemeriksaan kesehatan serta selingan berupa seminar kesehatan, agar diketahui segala macam penyakit yang diderita oleh para pekerja, sehingga tindakan preventif dapat segera dilakukan untuk menghindari penularan penyakit dari satu pekerja ke pekerja yang lainnya. Disamping untuk menimbulkan kesadaran  diri para pekerja untuk memeriksakan diri bila ditemukan gejala-gejala seperti batuk lebih dari 6 bulan, dan lain-lain. 
Terapi untuk pasien TB juga harus terus dipantau oleh orang di sekitar pasien, agar penyembuhan bisa berlangsung secara progresif dan penularan penyakit TB ke orang di sekeliling pasien tersebut bisa dikurangi.




DAFTAR PUSTAKA

1.     Sudoyo A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.  p;2230-1, 2232-7.
2.     Media Informasi Obat Penyakit. Tuberkulosis.  [online]. [cited 2012 maret 14]. [4 screen]. Available from: http://medicastore.com/penyakit/69/Tuberkulosis_TBC.html
3.     Kumala P, dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed. 25. Jakarta: EGC. 1998
4.     Centers for Disease Control and Prevention. Testing and Diagnose of Tuberculosis. [online]. 2011 Mey 25 [cited 2012 Mar 18].   [3 screen]. Available from:
5.     Media Informasi Obat Penyakit. Asma. [online]. [cited 2012 Maret 20]. [3 screen]. Avalable from:
6.     Rhinitis Alergi. [online]. [cited 2012 maret 22]. [5 screen]. Available from:
7.     Treatment For Disease. [online]. [cited 2012 maret 20]. [1 screen ]. Available from:
URL : xa.yimg.com/kq/groups/13472721/516091898/name/bwt+lms.ppt
8.     Apotik Online Dan Media Informasi Obat Penyakit. Obat Tuberkulosis. [online]. [cited 2012 maret 22]. [3 screen]. Available from:
9.     eHow Health. Prognosis Of Tuberculosis. [online]. [cited 2012 maret 19]. [2 screen].  Available from:
10. News Medical. Pencegahan Tuberkulosis. [online]. [cited 2012 maret 23]. [2 screen]. Available from:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar