A. DEFINISI
Tuberkulosis
(TB) adalah setiap penyakit menular pada manusia yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium
dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa pada
jaringan-jaringan. Tuberculosis paru
adalah infeksi paru oleh Mycobacterium tuberculosis. [1]
B.
EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi terbagi atas :
·
Epidemiologi Global : pada bulan maret 1993, WHO mendeklarasikan TB
sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan
dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikrobakterium TB. Diantara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49
tahun. Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain
disebabkan :
1.
Kemiskinan pada berbagai penduduk tidak hanya pada Negara yang sedang berkembangtetapi
juga pada penduduk perkotaan tertentu dinegara maju.
2.
Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan dari struktur usia manusia yang hidup.
3.
Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok
yang rentan terutama dinegeri-negeri miskin.
4.
Tidak memadainya pendidikan mengenai TB diantara para dokter.
5.
Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan
pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak
adekuat.
6.
Adanya epidemi HIV terutama di
afrika dan asia. [1]
·
Epidemiologi TB di Indonesia : Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB
ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Berdasarkan survei kesehatan
rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking
nomor # penybab kematian tertinggi di Indonesia. [1]
C.
ETIOLOGI
Penyakit TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882,
sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch.
Bahkan, penyakit TB pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
Penyakit TB biasanya menular melalui
udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan
pada saat penderita TB batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal
dari penderita TB dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam
paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya
tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau
kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB dapat menginfeksi hampir
seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan,
tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh
yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi
paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular
(bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TB ini
akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu
oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di
sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB akan menjadi dormant
(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat
sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini
akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan
sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah
ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum
(dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan
sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TB.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat
ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya
kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal
dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang
lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang
peranan penting dalam terjadinya infeksi TB. [2]
D. MANIFESTASI KLINIK
Pada
awalnya penderita hanya merasakan tidak sehat atau batuk. Pada pagi hari, batuk
bisa disertai sedikit dahak berwarna hijau atau kuning. Jumlah dahak biasanya
akan bertambah banyak, sejalan dengan perkembangan penyakit. Pada akhirnya,
dahak akan berwarna kemerahan karena mengandung darah.
Salah
satu gejala yang paling sering ditemukan adalah berkeringat di malam hari.
Penderita sering terbangun di malam hari karena tubuhnya basah kuyup oleh
keringat sehingga pakaian atau bahkan sepreinya harus diganti.
Sesak
nafas merupakan pertanda adanya udara (pneumotoraks atau cairan (efusi
pleura) di dalam rongga pleura. Sekitar sepertiga infeksi
ditemukan dalam bentuk efusi pleura. Pada infeksi tuberkulosis yang baru,
bakteri pindah dari luka di paru-paru ke dalam kelenjar getah bening yang
berasal dari paru-paru. Jika sistem pertahanan tubuh alami bisa mengendalikan
infeksi, maka infeksi tidak akan berlanjut dan bakteri menjadi dorman.
Pada
anak-anak, kelenjar getah bening menjadi besar dan menekan tabung bronkial dan
menyebabkan batuk atau bahkan mungkin menyebabkan penciutan paru-paru. Kadang
bakteri naik ke saluran getah bening dan membentuk sekelompok kelenjar getah
bening di leher. Infeksi pada kelenjar getah bening ini bisa menembus kulit dan
menghasilkan nanah.
Tuberkulosis
bisa menyerang organ tubuh selain paru-paru dan keadaan ini disebut tuberkulosis
ekstrapulmoner.
Bagian
tubuh yang paling sering terkena adalah ginjal dan tulang. Tuberkulosis ginjal
bisa hanya menghasilkan sedikit gejala, tetapi infeksi bisa menghancurkan
sebagian dari ginjal. Lalu tuberkulosis bisa menyebar ke kandung kemih.
Pada
pria, infeksi juga bisa menyebar ke prostat, vesikula seminalis dan epididimis,
menyebabkan terbentuknya benjolan di dalam kantung zakar. Pada wanita, tuberkulosis
bisa menyerang indung telur dan salurannya, sehingga terjadi kemandulan.
Dari
indung telur, infeksi bisa menyebar ke selaput rongga perut dan menyebabkan peritonitis
tuberkulosis, dengan gejala berupa lelah, nyeri perut disertai nyeri tekan
ringan sampai nyeri hebat yang menyerupai radang usus buntu.
Infeksi
pada dasar otak disebut meningitis
tuberkulosis. Gejalanya berupa demam, sakit kepala yang menetap, mual dan
penurunan kesadaran. Kuduk sangat kaku sehingga dagu tidak dapat didekatkan ke
dada. Kadang setelah meningitisnya membaik, akan terbentuk massa di dalam otak,
yang disebut tuberkuloma. Tuberkuloma bisa menyebabkan kelemahan otot (seperti
yang terjadi pada stroke) dan harus diangkat melalui pembedahan. [2]
E.
PATOGENESIS
a.
Tuberkulosis
Primer
Penularan
tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara
sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2
jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia
akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama
kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan
mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial
bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila
kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma makrofag. Di
sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di
jaringan paru akan ber-bentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut
sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan
paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat
juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit,
terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan
menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke
arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB
milier.
Dari
sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis
regional = kompleks primer (ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
·
Sembuh sama sekali
tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
·
Sembuh dengan
meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus,
keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5mm dan kurang lebih
10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
·
Berkomplikasi dan
menyebar secara : a).Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya, b).secara
bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman juga
dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, c).secara
limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya, d).secara hematogen, ke organ tubuh
lainnya.
Semua kejadian
di atas tergolong dalam perjalanan tuberkulosis primer. [1]
b.
Tuberkulosis
Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB
sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi
karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna,
diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca-primer ini dimulai dengan
sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus
superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan
tidak ke nodus hiler paru.
Sarang ini mula-mula juga berbentuk
sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni
suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel
besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai
jaringan ikat.
TB pasca primer juga berasal dari
infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensi-nya
dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi:
·
Direabsorbsi kembali
dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
·
Sarang yang mula-mula
meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang
membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas
sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian
tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek menjadi jaringan keju. Bila
jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula
berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan
fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik).
Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan
asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang
berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada
imunodefisiensi dan usia lanjut.
Di
sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat:
a) Meluas kembali dan menimbukan sarang pneumonia
baru. Bila isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan
terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk
lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti
perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga menjadi TB endobronkial
dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura;
b) Memadat
dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat
mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas
lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti
Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma;
c) Bersih dan
menyembuh, disebut open healed cavity.
Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang
berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang
disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang
yakni:
1) Sarang
yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
2) Sarang
aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna.
3) Sarang
yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan,
tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi
pengobatan yang sempurna juga. [1]
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan
Dahak (Spuntum)
Pemeriksaan dahak atau
pemeriksaan spuntum ini merupakan salah satu
dari pemeriksaan laboratorium yang sangat berguna untuk menegakan
diagnosa tuberkulosis paru, karena dengan ditemukannya kuman BTA (basil tahan asam) yang terdapat dalam
spuntum, diagnosa tuberkulosis sdh dapat dipastikan. Selain itu, pemeriksaan
ini juga bertujuan untuk mengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan.
Kadang-kadang spuntum
sulit untuk didapatterutama bagi pasien yang tidak batuk atau yang batuk
produktif. Oleh karena itu :
1.
Satu hari sebelum
pemeriksaan spuntum, pasien dianjurkan minum air putih sebanyak ± 2 liter.
2.
Dianjurkan agar pasien
melakuakan reflek batuk.
3.
Dapat juga dengan
memberi obat-obatan mukolitik dan ekspektoran atau dengan inhalasi larutan
garam hipertonik selama 20-30 menit.
a. Obat
Mukolitik
Adalah obat yang bisa
mengencerkan sekret saluran napas dengan jealn memecahkan benang-benang
mukoprotein dan mukopolisakarida dari spuntum sehingga, spuntum mudah untuk
dikeluarkan.
Contoh : bromheksin,
asetilsistein, dan ambroksol.
b. Obat
ekspektoran
Adalah obat yang dapat
merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas. Mekanisme kerjanya diduga
berdasarkan stimulus mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang
sekresi kelenjar saluran napas melalui N. Vagus, sehingga menurunkan viskositas
spuntum dan mempermudah pengeluarannya.
Contoh : amonium
klorida, gliseril guaiakolat dll.
c. Larutan
garam hipertonik
Larutan garam hipertonik bersifat
lebih iritan sehingga menimbulkan batuk. Karena sifatnya yang hipertonik,
larutan ini merangsang pengeluaran cairan dari mukosa saluran napas sehingga
digunakan untuk merangsang pengeluaran sputum pada penderita batuk yang tidak
produktif
4.
Bila masih sulit untuk
mendapatkan spuntum bisa dilakukan bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho
alveolar lavage).
5.
Bisa juga dengan
didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini biasanya dilakukan pada anak-anak
karena mereka sulit untuk mengeluarkan dahak.
Adapun kriteria
spuntum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan (diperlukan 5.000 kuman dalam 1mL spuntum). Untuk pewarnaan
sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam
Hok (modifikasi gabungan cara pulasan kinyoun dan gabbet).
Cara pemeriksaan
spuntum yang dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan
sediaan langsung dengan mikroskop biasa
b. Pemeriksaan
sediaan langsung dengan mikroskop fluoresense (pewarnaan khusus)
Pemeriksaan ini dengan mengunakan sinar
ultraviolet dengan sensitivitas yang tinggi namun jarang digunakan karena
pewarnaan yang dipakai (auramin-rho-damin) dicurigai bersifat karsinogen.
c. Pemeriksaan
dengan biakan (kultur)
Setelah 4-6 minggu
penanaman spuntum pada media pembiakan, dan koloni kuma tuberkolosis mulai
nampak makan dinyatakan positif. Tetapi bila setelah 8 minggu koloni kuman tuberkolosis
belum juga tampak maka dinyatakan negatif.
d. Pemeriksaan
terhadap resistensi obat
Kadang dari hasil
pemeriksaan mikroskopik biasa terdapat kuman BTA (positif), tetapi pada biakan
hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena dead
bacilli atau non culturable bacili
yang disebabkan karena keampuhan paduan obat antituberkulosis jangka pendek
yang cepat mematikan kuman BTA dalama waktu pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan
sedian biakan, bahan-bahan selain spuntum dapat juga diambil dari bilasan
bronkus, jaringan paru, pleura, cairan serebrospinal urin dan tinja. [1]
2. Tuberkulin
Tuberkulin
Adalah Cairan steril yang mengandung produk pertumbuhan dari basilus tuberkel,
atau substansi spesifik yang diekstrak dan digunakan dalam berbagai bentuk pada
diagnosis tuberculosis[1]
Tes
Tuberkulin merupakan Sejumlah besar
uji kulit untuk tuberkulosis yang menggunakan berbagai jenis tuberkulin dan
metode pemakaian yang berbeda. Disuntikan sejumlah kecil protein yang berasal
dari bakteri tuberkulosis ke dalam lapisan kulit (biasanya di lengan). 2 hari
kemudian dilakukan pengamatan pada daerah suntikan, jika terjadi pembengkakan
dan kemerahan, maka hasilnya adalah positif TB. Jika Pemeriksaan atau tes
tuberculin ini negatif, maka belum tentu hasilnya adalah TB negatif tapi malah
TB Positif. Alasannya karena Tes
tuberculin ini fungsinya untuk mengetahui apakah terjadi infeksi bakteri Mycobacterium
Tuberculosis atau tidak. Bisa saja Bakteri ini terpapar tapi tidak
menginfeksi, karena respon imun tubuh yang lebih kuat dari pada bakteri
tersebut (dorman). Itulah mengapa bisa hasil Tes tuberculin negatif tapi
ternyata penderitanya positif TB. [1, 2]
3. Tes
Darah
Tes darah pada TB juga disebut Disebut juga
“interferon-gamma release assays”(IGRA). Tes ini tujuannya untuk mengukur
reaktivitas imun seseorang terhadap M. tuberkulosis . di mana sel
darah putih dari orang yang telah terinfeksi M. tuberkulosis akan
merilis interferon-gamma (IFN-g) bila dicampur dengan antigen yang berasal
dari M. tuberculosis.
FDA telah
menyetujui dua tes interferon gamma release assay (IGRA) untuk infeksi TB:
• QuantiFERON®-TB
Gold In-Tube test (QFT-GIT)
• T-SPOT®. TB test
(T-Spot)
Perbedaan dari
kedua tes ini adalah:
QFT-GIT
|
T-Spot
|
|
Awal
Proses
|
Proses
seluruh darah dalam waktu 16 jam
|
Proses
sel mononuklear darah perifer (PBMC) dalam waktu 8 jam, atau jika T-Cell
Xtend ®digunakan, dalam waktu 30 jam
|
Kemungkinan
Hasil
|
Positif,
negatif, tak tentu
|
Positif, negatif, tak tentu, batas (borderline)
|
Adapun beberapa
hasil dari kedua tes ini:
• Positif:
Ada respon imun yang menunjukkan adanya bakteri M. tuberkulosis.
• Negatif:
Belum ada reaksi kekebalan yang menunjukkan adanya bakteri M. tuberkulosis.
• Tak
tentu: Hasil tidak jelas. Pada pengujian mungkin terjadi kesalahan atau
hasilnya tidak konklusif.
• Borderline
(T-SPOT ® TB saja.): Hasil di zona perbatasan dan tidak dapat mengetahui apakah
benar-benar positif atau negatif. [4]
G.
DIAGNOSA DIFERENSIAL
1. Asma
Bronkial
Penyakit
asma (Bronchial asthma; Exercise-induced asthma) adalah suatu keadaan
dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara.
Frekuensi
dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas
dari gejala asma dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat
dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu
mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah
menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen
maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya
gejala.
Suatu
serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang
berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi
terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu,
suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap
semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh
seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan
bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa
jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala
awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering
di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya
gejala. Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga
timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan
mengeluarkan banyak keringat.
Pada
serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena
sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang
menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan
sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak
kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas
dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipin telah mengalami serangan yang
berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,
Kadang
beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan
menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan
udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang
dirasakan oleh penderita. [5]
2. Rhinitis
alergi
Penderita
rhinitis alergika mengalami hidung tersumbat berat, dan dapat melaporkan
sekresi hidung yang berlebihan (rinore), serta bersin yang terjadi berulan dan
cepat. Pruritis pada mukosa hidung, tenggorokan, dan telinga sering mengganggu
dan disertai kemerahan pada konjungtiva, pruritis mata, dan lakrimasi. Selaput
lendir yang terserang menunjukan dilatasi pembuluh darah (khususnya venula) dan
adema yang menyeluruh dengan gambaran mencolok dari eosinofil dalam jaringan
maupun dalam sekresi. Preuritis dapat ditimbulkan dengan hanya meletakan
histamin pada mukosa normal, rhinitis alergika dapat mengambarkan pengaruh
jaringan pada zat-zat mediator yang berasal dari sel mast yang dikenal.
Pelepasan histamin, leukotrien, prostalglandin D, dan sebagainya, dari mukosa
dapat terlihat setelah kontak langsung hidung orang yang peka dengan alergen
serbuk sari.
Rhinitis
alergika terbagi menjadi bentuk “musiman” dan bentuk “perineal”. Rinitis
alergika musiman, atau “hay faver”, biasanya menimbulkan satu periode dengan
gejala tertentu pada tahun-tahun berikutnya, keadaan ini mencerminkan adanya
kepekaan terhadap serbuk sari dan spora jamur yang berterbangan di udara dengan
jadwal prevalensi pasti. Rinitis musiman biasanya ringan pada banyak orang dan
mereka tidak berobat ke dokter, tetapi dapat merupakan penyakit yang melelahkan
pada beberapa orang karena penderita terus menerus bersin, rinore yang banyak,
dan preuritis yang tidak sembuh-sembuh. Selaput lendir yang sangat pucat dan
bengkak biasanya menyertai gejala-gejala ini, dan banyak sekali eusinofil dalan
sekret hidung.
Rhinitis
perineal jarang menunjukan perubahan besar dalam beratnya penyakit sepanjang
tahun, dan gejala-gejala sering didominasi oleh obstruksi hidung kronik;
penyebab yang mencolok mencakup debu rumah tangga, dan bahan-bahan yang berasal
dari hewan, sehingga pasien akan terpapar bahan-bahan tersebut setiap hari.
Rhinitits alergika perineal jarang langsung menjadi sumber gejala yang
mendadak, tetapu obstruksi parsial hidung yang menetap dan dapat menimbulkan
komplikasi yang tidak menyenangkan, seperti bernapas melalui mulut, dengan
akibat pasien mengeluh karena mendengkur dan rasa kering pada orofaring.
Sering
timbul lingkaran gelap dan jaringan berlebihan di bawah mata. Istilah
populernya “mata bengkan alergik”, perubahan-perubahan ini terjadi dengan
obstruksi hidung yang lama oleh sebab apa pun. Mukosa yang bengkak mudah
terinfeksi bakteri dan sering dijumpai obstruksi sinus paranasal, mengakibatkan
sinusitis rekuren atau kronik.
Pengeluaran
sekret dari fokus-fokus infeksi dalam hidung mempermudah timbulnya sakit
tenggorokan dan bronkus menjadi kotor sehingga timbul infeksi. Khususnya pada
infeksi rekuren, mukosa hidung yang bengkak dapat membentuk tonjolan lokal, tau
polip,yang nantinya akan menyumbat jalan napas.
Khususnya
pada anak-anak , muara tuba eustasius dalam faring dapat tersumbat oleh
pembengkakkan mukosa, pembesaran jaringan limfoid, atau eksudat. Tanpa adanya
hubungan udara, tekannan telinga bagian tengah menjadi negatif dan berisi
cairan, menimbulkan otitis serosa kronik dengan sekurang-kurangnya trjadi
kehilangan pendengaran sementara, dapat mengganggu kemampuan bicara dan pada
banyak kasus, sering terjadi infeksi telinga tengah rekuren. [6]
H. PENATALAKSANAAN
1)
Terapi
Non-medikamentosa
(Edukasi pasien dan keluarga)
Adalah
dalam bentuk Edukasi
untuk setiap pasien Tb. Diantaranya yang dapat dilakukan adalah :
Ø Menjelaskan bahwa batuk
berdahak yang dirasakan berasal dari gangguan paru dan kekhawatiran mengenai
komplikasi penyakitnya dapat dicegah bila pasien berobat dan kontrol secra
teratur,dan tidak putus obat. Menjelaskan pentingnya penatalaksanaan secara
holistic (terutama preventif dan kuratif) untuk keluhannya itu agar harapan
pasien tercapai.
Ø Edukasi tentang penyakit tuberculosis (etiologi, gejala, terapi, pencegahan
dan penularan).
Ø Edukasi mengenai hipertensi dan modifikasi gaya hidup
dengan diet rendah garam, mengurangi konsumsi
kopi, olahraga dan berhenti merokok.
Ø Edukasi
bahaya dari prilaku self-medication kepada kesehatan.
Ø Edukasi tentang pentingnya ventilasi dan pencahayaan yang
baik untuk menciptakan rumah yang sehat.
Ø Edukasi tentang lingkungan sehat dan bersih untuk
meningkatkan taraf kesehatan. [7]
2) Terapi
Medikamentosa
Pengobatan TB didakan atas 2 macam. Kriteria
I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TB) dan II
(Terinfeksi TB/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TB (gejala TB tidak
ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan
dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
1.
Pencegahan (profilaksis) primer
· Pasien yang berkontak erat dengan penderita TB
BTA (+).
· INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin
(-).
· Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji
tuberkulin ulang menjadi (-).
2.
Pencegahan (profilaksis) sekunder
·
Pasien dengan infeksi TB yaitu uji tuberkulin (+) tetapi
tidak ada gejala sakit TB.
·
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TB
digolongkan atas dua kelompok yaitu :
v
Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
v
Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin. [8]
Dosis obat
antituberkulosis (OAT)
Obat
|
Dosis harian
(mg/kgbb/hari) |
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari) |
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari) |
INH
|
5-15 (maks 300 mg)
|
15-40 (maks. 900 mg)
|
15-40 (maks. 900 mg)
|
Rifampisin
|
10-20 (maks. 600 mg)
|
10-20 (maks. 600 mg)
|
15-20 (maks. 600 mg)
|
Pirazinamid
|
15-40 (maks. 2 g)
|
50-70 (maks. 4 g)
|
15-30 (maks. 3 g)
|
Etambutol
|
15-25 (maks. 2,5 g)
|
50 (maks. 2,5 g)
|
15-25 (maks. 2,5 g)
|
Streptomisin
|
15-40 (maks. 1 g)
|
25-40 (maks. 1,5 g)
|
25-40 (maks. 1,5 g)
|
Sejak 1995, program Pemberantasan
Penyakit TB di Indonesia mengalami perubahan manajemen operasional, disesuaikan
dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan
untuk menindaklanjuti Indonesia – WHO joint Evaluation dan National
Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994. Dalam program ini,
prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang
rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi
kuman TB di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien
dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.
Strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996
dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat
mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai
"pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan"
setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas
strategi DOTS dengan cepat, karenanya baseline
drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator
program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi
dan pengobatan TB melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif,
dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan
Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi
dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan
pengobatan penderita TB dan lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita yang
mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TB dengan
kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs
Resistant). Untuk kasus MDR-TB
dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TB yaitu obat fluorokuinolon
seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa
obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).
ü
Pengobatan TB pada orang dewasa
1.
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada: Penderita baru TB paru BTA positif dan Penderita TB ekstra paru (TB di luar paru-paru) berat.
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada: Penderita baru TB paru BTA positif dan Penderita TB ekstra paru (TB di luar paru-paru) berat.
2.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada: Penderita kambuh, Penderita gagal terapi dan Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Diberikan kepada: Penderita kambuh, Penderita gagal terapi dan Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
3. Kategori 3
: 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada: Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Diberikan kepada: Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
ü
Pengobatan TB pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TB
jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama
2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu
selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid:
setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2
kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi
terhadap INH).
Pengobatan TB pada anak-anak jika
INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb
dan rifampisin 15 mg/kgbb. [1, 8]
Dosis anak INH dan rifampisin yang
diberikan untuk kasus:
TB tidak
berat
|
||
INH
|
: 5 mg/kgbb/hari
|
|
Rifampisin
|
: 10 mg/kgbb/hari
|
|
TB berat
(milier dan meningitis TB)
|
||
INH
|
: 10 mg/kgbb/hari
|
|
Rifampisin
|
: 15 mg/kgbb/hari
|
|
Dosis prednison
|
: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg) [1]
|
I. PROGNOSIS
Tuberkulosis (TB)
adalah infeksi yang menyerang paru-paru. Hal ini menyebar dari orang ke orang
melalui udara. Setiap tahun TB bertanggung jawab atas kematian sekitar dua juta
orang di seluruh dunia.
ü
Lihat Dokter Segera
Seseorang menunjukkan tanda-tanda dan gejala TB harus melihat
seorang dokter sesegera mungkin. Pengobatan awal secara signifikan meningkatkan
kemungkinan prognosis jangka panjang positif.
ü
Manfaat
Untuk memastikan prognosis jangka panjang positif, pasien TB
ketat harus mematuhi rejimen obat yang diresepkan oleh dokter mereka. Mengubah
jadwal pengobatan, dosis dilewatkan atau tidak memakai obat yang akan
meningkatkan risiko kematian.
ü
Kesalahpahaman
Banyak orang mulai merasa lebih baik beberapa minggu setelah memulai pengobatan, namun bakteri TB masih sangat aktif dalam tubuh mereka. Penghentian pengobatan saat ini dapat mengakibatkan resistan terhadap obat TB. Resistan terhadap obat TB adalah jauh lebih sulit untuk mengobati dan membawa risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan non-resistan terhadap obat TB.
Banyak orang mulai merasa lebih baik beberapa minggu setelah memulai pengobatan, namun bakteri TB masih sangat aktif dalam tubuh mereka. Penghentian pengobatan saat ini dapat mengakibatkan resistan terhadap obat TB. Resistan terhadap obat TB adalah jauh lebih sulit untuk mengobati dan membawa risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan non-resistan terhadap obat TB.
ü
Time
Frame
Prognosis jangka panjang untuk pasien yang diobati untuk TB
umumnya baik. Dengan pengobatan yang tepat, 90 persen pasien TB akan bertahan
penyakit.
ü
Peringatan
TB
tidak akan hilang dengan sendirinya. Orang
dengan TB yang tidak diobati memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada
mereka yang mencari pengobatan. Hampir 50 persen orang dengan TB yang tidak
diobati meninggal dalam waktu 5 tahun. [9]
J. PENCEGAHAN
Pencegahan dan pengendalian TB membutuhkan dua pendekatan paralel.
Pada yang pertama, orang dengan TB dan kontak mereka diidentifikasi dan
kemudian diobati. Identifikasi infeksi sering melibatkan pengujian kelompok
berisiko tinggi untuk TB. Dalam pendekatan kedua, anak-anak yang divaksinasi
untuk melindungi mereka dari TB. Tidak ada vaksin yang tersedia yang memberikan
perlindungan yang handal untuk orang dewasa. Namun, di daerah tropis dimana
tingkat spesies lain dari mikobakteri yang tinggi, paparan mikobakteri
nontuberculous memberikan beberapa perlindungan terhadap TB.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan TB keadaan darurat
kesehatan global pada tahun 1993, dan Stop TB Partnership mengembangkan Global
Plan to Stop TB yang bertujuan untuk menyelamatkan 14 juta jiwa antara tahun
2006 dan 2015. Karena manusia adalah host hanya''''Mycobacterium tuberculosis,
pemberantasan akan mungkin: sebuah tujuan yang akan dibantu oleh vaksin sangat
efektif.
Vaksin
Banyak negara menggunakan Bacillus Calmette-Guerin (BCG) vaksin
sebagai bagian dari program pengendalian TB mereka, terutama untuk bayi.
Menurut WHO, ini adalah vaksin yang paling sering digunakan di seluruh dunia,
dengan 85% dari bayi di 172 negara diimunisasi pada tahun 1993. Ini adalah
vaksin pertama untuk TB dan dikembangkan di Institut Pasteur di Prancis antara
1905 dan 1921. Namun, massa vaksinasi dengan BCG tidak mulai sampai setelah
Perang Dunia II. Efektivitas pelindung dari BCG untuk mencegah bentuk serius TB
(misalnya meningitis) pada anak-anak lebih besar dari 80%; efikasi protektif
untuk mencegah TB paru pada remaja dan orang dewasa adalah variabel, mulai dari
0 hingga 80%.
Di Afrika Selatan, negara dengan prevalensi TB tertinggi, BCG
diberikan untuk semua anak di bawah usia tiga tahun. Namun, BCG kurang efektif
di daerah di mana mikobakteri kurang lazim, sehingga BCG tidak diberikan kepada
seluruh penduduk di negara-negara. Di Amerika Serikat, misalnya, vaksin BCG
tidak dianjurkan kecuali untuk orang-orang yang memenuhi kriteria tertentu.
Beberapa vaksin baru untuk mencegah infeksi TB yang sedang
dikembangkan. Vaksin TB pertama rekombinan rBCG30, memasuki uji klinis di
Amerika Serikat pada tahun 2004, disponsori oleh Institut Nasional Penyakit
Alergi dan Infeksi (NIAID). Sebuah studi 2005 menunjukkan bahwa TB DNA vaksin
yang diberikan dengan kemoterapi konvensional dapat mempercepat hilangnya
bakteri serta melindungi terhadap infeksi ulang pada tikus, mungkin diperlukan
waktu empat sampai lima tahun akan tersedia pada manusia. Sebuah vaksin TB yang
sangat menjanjikan, MVA85A, saat ini sedang dalam uji coba fase II di Afrika
Selatan oleh sebuah kelompok yang dipimpin oleh Oxford University, dan
didasarkan pada virus vaccinia rekayasa genetika. Banyak strategi lain juga
digunakan untuk mengembangkan vaksin baru, termasuk vaksin subunit (fusi
molekul terdiri dari dua protein rekombinan disampaikan dalam ajuvan) seperti
Hybrid-1, HyVac4 atau M72, dan adenovirus rekombinan seperti Ad35. Beberapa
vaksin dapat diberikan secara efektif tanpa jarum, membuat mereka lebih baik
untuk daerah-daerah dimana HIV sangat umum. Semua vaksin ini telah berhasil
diuji pada manusia dan sekarang dalam pengujian diperpanjang di daerah endemik
TB. Dalam rangka mendorong penemuan lebih lanjut, para peneliti dan pembuat kebijakan
ekonomi baru mempromosikan model pengembangan vaksin, termasuk hadiah, insentif
pajak dan komitmen memajukan pasar.
Bill dan Melinda Gates Foundation telah menjadi pendukung kuat dari
pengembangan vaksin TB baru. Baru-baru ini, mengumumkan hibah $ 200 juta untuk
Yayasan Aeras TB Vaksin Global untuk uji klinis pada hingga enam kandidat
vaksin TB yang berbeda saat ini di dalam pipa. [10]
Kesimpulan Hasil Diskusi
Dari hasil diskusi maka dapat disimpulkan bahwa
pekerja tersebut telah terinfeksi kuman TB, yang mana penularan kuman tersebut
mungkin melalui teman sekerjanya di pabrik kayu sebagai penderita TB positif,
atau mungkin pekerja tersebut telah tertular oleh orang rumah yang tidak
diketahui menderita TB positif.
Seharusnya di tempat kerja tersebut
difasilitasi dengan pemeriksaan kesehatan serta selingan berupa seminar
kesehatan, agar diketahui segala macam penyakit yang diderita oleh para
pekerja, sehingga tindakan preventif dapat segera dilakukan untuk menghindari
penularan penyakit dari satu pekerja ke pekerja yang lainnya. Disamping untuk
menimbulkan kesadaran diri para pekerja
untuk memeriksakan diri bila ditemukan gejala-gejala seperti batuk lebih dari 6
bulan, dan lain-lain.
Terapi untuk pasien TB juga harus terus
dipantau oleh orang di sekitar pasien, agar penyembuhan bisa berlangsung secara
progresif dan penularan penyakit TB ke orang di sekeliling pasien tersebut bisa
dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sudoyo A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.
p;2230-1, 2232-7.
2. Media
Informasi Obat Penyakit. Tuberkulosis. [online].
[cited 2012 maret 14]. [4 screen]. Available from:
http://medicastore.com/penyakit/69/Tuberkulosis_TBC.html
3. Kumala P, dkk. Kamus
Saku Kedokteran Dorland. Ed. 25. Jakarta: EGC. 1998
4.
Centers for Disease Control and Prevention. Testing and Diagnose of Tuberculosis.
[online]. 2011 Mey 25 [cited 2012 Mar 18]. [3
screen]. Available from:
5.
Media Informasi Obat
Penyakit. Asma. [online]. [cited 2012
Maret 20]. [3 screen]. Avalable from:
6.
Rhinitis Alergi.
[online]. [cited 2012 maret 22]. [5 screen]. Available from:
7. Treatment
For Disease. [online]. [cited 2012 maret 20]. [1 screen ]. Available from:
URL : xa.yimg.com/kq/groups/13472721/516091898/name/bwt+lms.ppt
8. Apotik Online Dan Media
Informasi Obat Penyakit. Obat Tuberkulosis. [online]. [cited 2012 maret
22]. [3 screen]. Available from:
9.
eHow Health. Prognosis Of Tuberculosis. [online].
[cited 2012 maret 19]. [2 screen].
Available from:
10. News Medical. Pencegahan
Tuberkulosis. [online]. [cited 2012 maret 23]. [2 screen]. Available from:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar