A. DEFINISI
Epilepsi adalah sindroma otak
kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya
serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron
otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik.
B. ETIOLOGI
1. Idiopatik;
sebagian besar epilepsy pada anak
2. Factor
herediter,ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai
bangkitan kejang seperti sklerosis
tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria,
hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3. Factor genetic; pada kejang demem dan breath holding spells
4. Kelainan congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum
5. Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia
6. Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan
3. Factor genetic; pada kejang demem dan breath holding spells
4. Kelainan congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum
5. Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia
6. Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan
7. selaputnya,toxoplasmosis
8. Trauma; kontusio serebri,
hematoma subaraknoid, hematoma subdural
9. Neoplasma otak dan selaputnya
10. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
11. Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air
9. Neoplasma otak dan selaputnya
10. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
11. Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air
12.Lain-lain; penyakit darah,gangguan
keseimbangan hormone,degenerasi
serebral,dan
C. PATOFISIOLOGI
- Patofisiologi Epilepsi Umum
Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan
patofisiologinya secara lengkap adalah epilepsi tipe
absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum, onset dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan pasien
“bengong” dan aktivitas normal mendadak berhenti selama
beberapa detik kemudian kembali ke normal dan tidak ingat
kejadian tersebut. Terdapat beberapa hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal darithalam us, hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa absans diduga
terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara thalamus dan korteks serebri.
Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras thalamo-kortikal
akibat adanya mutasi ion calsium
sehingga menyebabkan aktivasi ritmik korteks saat sadar,
dimana secara normal aktivitas ritmik pada korteks terjadi
pada saat tidur non-REM. Patofisiologi epilepsi yang lain adalah disebabkan adanya mutasi genetik. Mutasi genetik terjadi sebagian
besar pada gen yang mengkode protein kanal ion.
Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion natrium (natrium influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga
terjadi aktivitas depolarisasi dan repolarisasi yang
normal pada sel neuron. Jika terjadi mutasi pada kanal Na seperti yang terdapat pada
generalized epilepsy with febrile seizures plus, maka
terjadi natrium influks yang berlebihan sedangkan kalium refluks tetap seperti semula sehingga terjadi depolarisasi dan repolarisasi
yang berlangsung berkali-kali dan cepat atau terjadi
hipereksitasi pada neuron. Hal yang sama terjadi pada benign familial neonatal
convulsion dimana terdapat mutasi kanal kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan menyebabkan
hipereksitasi pada sel neuron.
2. Patofisiologi Epilepsi
Parsial
Patofisiologi epilepsi parsial yang dapat diterangkan secara jelas adalah
epilepsi lobus temporal yang disebabkan oleh
sklerosis hipokampus. Pada sklerosis hippokampus terjadi
hilangnya neuron di hilus dentatus dan sel piramidal hipokampus. Pada keadaan
normal terjadi input eksitatori dari korteks entorhinal ke
hippokampus di sel granula dentatus dan input inhibitori
dari interneuron di lapisan molekular dalam (inner layer
molecular). Sel granula
dentatus relatif resisten terhadap aktivitas hipersinkroni, dan dapat menginhibisi propagasi bangkitan
yang berasal dari korteks entorhinal
Pada sklerosis
hippocampus terjadi sprouting akson mossy-fiber balik ke lapisan molekular dalam
(karena sel pyramidalis berkurang). Mossy fibers yang aberant ini menyebabkan sirkuit eksitatori
yang rekuren dengan cara membentuk sinaps pada dendrit sel
granula dentatus sekelilingnya. Di samping itu interneuron eksitatori yang
berada di gyrus dentatus berkurang (yang secara normal
mengaktivasi interneuron inhibitori), sehingga terjadi
hipereksitabilitas.
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa terjadi neurogenesis postnatal di hippocampus.
Suatu bangkitan mencetuskan peningkatan aktivitas mitosis di daerah proliferatif gyrus dentatus sehingga terjadi diferensiasi sel granula
dentatus baru dan pada akhirnya terjadi ketidakseimbangan
eksitasi dan inhibisi.
Mekanisme epilepsi lain yang dapat diterangkan adalah
terjadinya epilepsi pada cedera otak. Jika terjadi suatu mekanisme cedera di
otak maka akan terjadi eksitotoksisitas glutamat dan
menigkatkan aktivitas NMDA reseptor dan terjadi influx ion calsium yang berlebihan dan
berujung pada kematian sel. Pada plastisitas maka influx ion calsium lebih sedikit
dibandingkan pada sel yang mati sehingga tidak terjadi
kematian sel namun terjadi hipereksitabilitas neuron.
3. Patofisiologi
Anatomi Seluler
Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera
kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak,
keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang tidak
normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan mutasi.
Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada cedera maupun stroke
ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam mekanisme
regulasi fungsi dan struktur
neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis.
Perubahan (fokus) inilah yang bisa menimbulkan bangkitan listrik di otak. Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan
kerusakan anatomi(focus ) di otak. Disisi lain epilepsi juga akan bisa mengakibatkan
kelainan jaringan otak sehingga bisa menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental.
Dari sudut pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan sekresi
maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa
disebabkan sekresi neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang
selanjutnya berperan pada reseptor NMDA atau AMPA di post-sinaptik.6 Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari reseptor glutamat (NMDAR) disebutsebut
sebagai patologi terjadinya kejang dan epilepsi.
Secara farmakologik, inhibisi
terhadap NMDAR ini merupan prinsip kerja dari obat antiepilepsi. Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor yang bertanggungjawab atas bangkitan
epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor nikotinik) begitu juga halnya dengan
voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Hal
ini terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang ternyata ada
hubungannya dengan terjadinya mutasi dari resepot nikotinik subunit alfa.
Berbicara
mengenai kanal ion maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ion- ion yang
berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya
ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang dibutuhkan dalam
komunikasi sesame neuron. Jika terjadi kerusakan atau
kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka bangkitan listrik
akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion ini berperan
dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu.
Dalam hal
epilepsi dikenal beberapa neurotransmiter seperti
gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai
inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai
sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan dengan
epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Epilepsi Umum
Major
Grand
mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder Epilesi grand
mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama,
perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala
pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang- kejang.
Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak focus epileptogen pada permukaan otak.
Aura
dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak
enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit
kepala dan sebagainya. Bangkitan sendiri dimulai dengan
hilang kesadaran sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot berkontraksi sangat hebat,
penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi.
Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga
terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian
disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah
mengguncang-guncang dan membanting- banting tubuh si
sakit ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2 -- 3 menit.
Selain kejang-kejang
terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks dan
berkeringat. Bangkitan motorik. Fokus epileptogen terletak di korteks motorik.
Bangkitan kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan
tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Penderita
seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan
akhirnya seluruh lengan. Manifestasi klinik ini disebut
Jacksonian marche
2. Epilepsi parsial ( 20% dari
seluruh kasus epilepsi).
Bangkitan sensorik
Bangkitan sensorik adalah
bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada
koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu
bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan
kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik
pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai
korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar