Senin, 20 Mei 2013

deep vein trombosis

PENDAHULUAN
Deep Vein Trombosis  adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) pada vena dalam. Trombus dapat terjadi pada vena-vena profunda pada tungkai. Trombosis vena dalam dapat juga terjadi pada vena lainnya (sinus cerebral, vena pada lengan, retina, dan mesenterika). Trombosis vena dalam hanya menyebabkan suatu peradangan yang minimal. Peradangan yang terjadi disekitar trombus, disertai dengan perlengketan trombus terhadap dinding vena yang lama kelamaan terlepas dan menjadi embolus, berjalan melalui aliran darah dan berakhir pada suatu aliran darah yang sempit sehingga menyebabkan blockade terhadap aliran darah. Trombosis vena dalam dapat menyebabkan komplikasi seperti sindrom postphlebitis, embolisme paru dan kematian.
Trombus terjadi karena perlambatan dari aliran darah, kelainan dinding pembuluh darah, atau gangguan pembekuan darah yang sering dinamakan dengan trias Virchow. Beberapa factor inilah yang menyebabkan tingginya insiden trombus vena dalam. Trombus terbentuk pada daerah yang aliran darahnya (arteri) cepat pada umumnya berwarna abu-abu dan terdiri dari platelet. Trombus terjadi relative sangat lambat pada system vena biasanya berwarna merah dan terdiri dari fibrin dan sel darah merah.
EPIDEMIOLOGI
Trombosis vena dalam terjadi kira-kira 1 per 1000 orang per tahun. Kira-kira 1-5% menyebabkan kematian akibat komplikasi. Trombosis vena dalam sangat sedikit dijumpai pada anak-anak. Ratio laki-laki dan perempuan yaitu 1:1,2. Trombosis vena dalam biasanya terjadi pada umur lebih dari 40 tahun.
ETIOLOGI
1.      Kerusakan sel endotel
·         Lupus eritematous
·         Penyakit Burger’s
·         Giant cell arteritis
·         Penyakit Takayasu
2.      Hiperkoagulasi
·         Resistensi aktif protein C
·         Sindrom antifosfolipid
·         Defisiensi Antitrombin III
·         Defisiensi Protein C dan S
·         Disfibrogenemia
3.      Stasis
·         Gagal jantung kongestif
·         Hiperviskositas
·         Tirah baring yang terlalu lama
·         Gangguan neurologik dengan hilangnya mekanisme pompa otot.
Selain itu ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya trombosis vena dalam seperti pada umur lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan kontrasepsi, tembakau, dan perjalanan dengan pesawat terbang serta riwayat trauma.
PATOFISIOLOGI
Statis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya thrombosis dan tampaknya menjadi factor pendukung pada keadaan imobilisasi atau saat anggota gerak tidak dapat dipakai untuk jangka waktu lama. Imobilisasi (seperti yang timbul selama masa perioperasi atau pada paralisis) menghilangkan pengaruh pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi dan pengumpulan darah di ekstremitas bawah. statis darah dibelakang daun katup dapat menyebabkan penumpukan trombosit dan fibrin, yang mencetuskan perkembangan thrombosis vena.
Walaupun cedera endotel diketahui dapat mengawali pembentukan thrombus, lesi yang nyata tidak selalu dapat ditunjukkan. Tetapi, perubahan endotel yang tidak jelas, yang disebabkan oleh perubahan kimiawi, iskemia, atau peradangan dapat terjadi. Penyebab kerusakan endotel yang jelas adalah trauma langsung pada pembuluh darah (seperti fraktur dan cedera jaringan lunak) dan infuse intravena atau zat-zat yang mengiritasi (seperti kalium klorida, kemoterapi, atau antibiotic dosis tinggi.
Hiperkoagulabiitas darah bergantung pada interaksi kompleks antara berbagai macam variable, termasuk endotel pembuluh darah, factor-faktor pembekuan dan trombosit, komposisi, dan sifat-sifat aliran darah. Selain itu, system fibrinolitik intrinsic menyeimbangkan system pembekuan melalui lisis dan disolusi bekuan untuk mempertahankan patensi vascular. Keadaan hiperkoagulasi timbul akibat perubahan salah satu variable ini. Kelainan hematologis, keganasan, trauma, terapi estrogen, atau pembedahan dapat menyebabkan kelainan koagulasi.
Trombosis vena akan meningkatkan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah. Dengan meningkatnya resistensi, pengosongan vena akan terganggu, menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah vena. Thrombosis dapat melibatkan kantong katup dan merusak fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau inkomptemen mempermudah terjadinya statis dan penimbunan darah di ekstremitas.
Thrombus akan menjadi semakin terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah apabila thrombus semakin matang. Sebagian akibatnya, risiko embolisasi menjadi lebih besar pada fase-fase awal thrombosis, namun demikian juga bekuan tetap dan dapat terlepas menjadi emboli yang menuju sirkulasi paru. Perluasan progesif juga meningkatkan derajat obstruksi vena dan melibatkan daerah-daerah tambahan dari system vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin dapat distabilkan dalam derajat tertentu (rekanalisasi) dengan retraksi bekuan dan lisis melalui system fibrinolitik endogen. Sebagian besar pasien memiliki lumen yang terbuka tapi dengan daun katup terbuka dan jaringan parut, yang menyebabkan aliran vena dua arah.
Kerusakan lapisan intima pembuluh darah menciptakan tempat pembentukan pembekuan darah. Trauma langsung pada pembuluh darah, seperti pada fraktur atau dislokasi, penyakit vena dan iritasi bahan kimia terhadap vena, semua dapat merusak vena.
Kenaikan Koagubilitas terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat anti koagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas.
Trombofelitis adalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembekuan darah. Ketika pertama kali terjadi bekuan pada vena akibat statis atau hiperkoagulabilitas tanpa disertai peradangan, maka proses ini dinamakan Flebotrombosit. Trombosis vena dapat terjadi pada semua vena namun sering terjadi pada vena ekstremitas. Gangguan ini dapat menyerang dengan baik vena supervisial mapun vena dalam tungkai. Pada vena supervisial, vena safena adalah yang paling sering terkena. Pada vena dalam tungkai yang sering terkena adalah vena iliofemoralis.
Trombos vena tersusun atas agregat trombosit yang menempel pada dinding vena, di sepanjang bangunan tambahan ekor yang mengandug fibrin, sel darah putih dan sel darah merah. Bekuan darah dapat membesar atau memanjang sesuai arah aliran darah akibat terbentuknya lapisan bekuan darah. Trombosis vena yang terus tumbuh ini sangat berbahaya karena sebagian bekuan dapat terlepas dan mengakibatkan oklusi emboli pada pembuluh darah paru. Fragmentasi dapat terjadi spontan karena bekuan secara alamiah bisa larut atau dapat terjadi sehubungan dengan peningkatan tekanan vena seperti saat berdiri tiba-tiba atau melakukan aktivitas otot setelah lama istirahat.
MANIFESTASI KLINIK
Trombosis biasanya mulai pada vena kecil di otot betis kadang permulaannya di vena pelvis. Kebanyakan bertambah besar dari betis kea rah proksimal sampai ke vena pelvis atau vena kava inferior.
Pada trombosis vena dalam yang kecil biasanya tidak memberikan gejala (asimptomatik), lebih dari 50% penderita trombosis vena dalam tidak memberikan keluhan dan tanda karena trombus tidak menyumbat lumen sehingga tidak menyebabkan bendungan. Jika terjadi obstruksi akan tampak gejala dan tanda sebagai berikut : (4,8,9)
1. Nyeri pada salah satu kaki
2. Nyeri tekan di otot betis
3. Udem kaki
4. Kaki agak panas
5. Nyeri dorsofleksi kaki pada uji Homan
6. Perubahan warna kulit pada kaki.
Kadang kaki membengkak dan nyeri karena seluruh trombus melekat pada dinding vena sehingga seluruh vena tungkai sampai pelvis tersumbat, keadaan ini disebut flegmasia alba dolens. Pada keadaan ini kaki nyeri sekali, sangat membengkak dan kulitnya putih karena iskemia disertai dengan bercak bendungan. Pada stadium lanjut terdapat flegmasia serulea dolens yang ditandai dengan kaki yang nyeri sekali, berwarna biru tua dan hematoma karena mulai terjadi nekrosis atau gangrene. Justru pada penderita yang tanpa gejala dan tanda, trombosis vena dalam dapat menyebabkan emboli paru karena sebagian besar trombus di tungkai dan pelvis tidak melekat ke dinding vena.
DIAGNOSIS
Diagnosis trombosis vena dalam ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri pada kaki dan edema dan adanya beberapa faktor resiko terjadinya trombosis vena dalam seperti pada umur lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan kontrasepsi, tembakau, dan perjalanan dengan pesawat terbang serta adanya riwayat trauma.
Berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan
1. Edema yang biasanya unilateral
2. Nyeri dan nyeri tekan pada kaki
3. Tanda Homan’s
4. Distensi vena
5. Demam
6. Flegmasia cerulean dolens
7. Flegmasia alba dolens
Secara klinik trombosis vena dalam dapat dinilai dengan menggunakan beberapa parameter. Berdasarkan skor klinik Scarvelis dan Wells sebagai berikut :
·         Kanker yang aktif +1
·         Paralisis atau pemasangan gips pada +1
Ekstremitas bawah
·         Bedrest > 3 hari atau operasi besar < 4 minggu +1
·         Nyeri tekan yang terlokalisir +1
·         Pembengkakan seluruh kaki +1
·         Pembengkakan tungkai >3cm dibanding +1
dengan kaki yang sebelahnya
·         Pitting edema +1
·         Sebelumnya pernah menderita DVT +1
·         Kolateral vena superficial +1
·         Alternatif diagnosis -2
Interpretasi
·         Resiko tinggi >3
·         Resiko sedang 1 atau 2
·         Resiko rendah < 0
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa trombosis vena dalam seperti :
1.      Tes Darah
a)      Tes D-dimer
Plasma D-dimer adalah spesifik turunan dari fibrin, yang dihasilkan ketika fibrin terdegradasi oleh plasmin, jadi konsentrasinya meningkat pada pasien dengan tromboembolisme vena. Walaupun sensitive untuk tromboembolisme vena, konsentrasi yang tinggi D-dimer tidak cukup spesifik untuk membuat suatu diagnosis karena d-dimer juga dapat meninggi pada kelainan seperti keganasan, kehamilan dan setelah operasi.
b)      Protein S, protein c, antithrombin III, faktor V, prothrombin, antifosfolipid antibody, dan kadar hemosistein. Defisiensi terhadap beberapa faktor ini merupakan suatu keadaan abnormal yang menyebabkan terjadinya hiperkoagulasi.
2.      Imaging (pencitraan)
a)      Venografi
Merupakan suatu pemeriksaan “gold standard” untuk menegakkan diagnose trombosis vena dalam dengan menggunakan kontras. Prosedur ini invasif tetapi resikonya kecil terhadap suatu reaksi alergi atau trombosis vena. Berikut gambaran trombosis vena dalam pada a. poplitea.
b)      Ultrasonografi
Merupakan suatu pemeriksaan yang non invasif, tetapi ultrasonografi bukan suatu pemeriksaan yang memuaskan untuk menegakkan diagnosis trombosis vena pada tungkai. Ultrasonografi mempunyai tiga teknik dalam penggunaannya sebagai berikut:
·         Kompresi ultrasound : dengan memberikan tekanan pada lumen pembuluh darah jika tidak ada sisa lumen saat dilakukan tekanan ini mengindikasikan bahwa tidak adanya trombosis pada vena.
·         Dupleks ultrasonografi : karakteristik aliran darah dinilai dengan menggunakan pulsasi signal Doppler. Aliran darah yang normal terjadi secara spontan dan fasik dengan pernapasan. Ketika pola fasik tidak ada, ini mengindikasikan adanya obstruksi dari aliran vena.
·         Colour flow duplex : menggunakan teknik dupleks ultrasonografi tetapi dengan tambahan warna pada Doppler sehingga dengan mudah mengidentifikasi pembuluh darah.
c)      CT-Scan dan MRI
Dengan Ct-Scan dapat menunjukkan adanya trombosis vena dalam dan jaringan lunak sekitar tungkai yang membengkak. Sedangkan MRI sangat sensitif dan dapat mendiagnostik kecurigaan adanya trombosis pada vena iliaka atau vena cava inferior.
PENATALAKSANAAN
Terapi ditujukan pada upaya menghentikan proses koagulasi darah, mencegah terjadinya emboli paru, dan pembentukan trombus baru, diberikan heparin intravena atau trombolitik selama beberapa hari, dan sediaan penghambat agregasi trombosit atau warfarin selama beberapa bulan. Jika terjadi emboli pelana, embolektomi a.pulmonalis merupakan operasi darurat yang harus segera dikerjakan. Operasi ini jarang memperlihatkan hasil langsung baik, karena diperlukan mesin pintas kardiopulmonal. Kadang perlu ditempatkan paying atau jala di vena kava inferior yang dipasang secara perkutan menembus lumen vena untuk menvegaha kambuhnya emboli paru. Pencegahan terjadinya tromboemboli vena terdiri dari pemberian antikoagulan kepada penderita risiko tinggi misalnya heparin subkutis dosis rendah.
Penanganan trombosis vena dalam secara umum terbagi atas :
a)      Antikoagulan
Penanganan trombosis vena dalam tergantung atas lokasi trombus. Trombus pada vena tungkai dapat ditangani tanpa antikoagulan, khususnya jika trombus berkembang sebagai akibat kejadian yang tidak teridentifikasi seperti trauma atau pembedahan. Trombus vena dalam pada daerah proksimal tungkai harus ditangani dengan antikoagulan untuk mencegah penyebaran trombus dan emboli paru. Terapi dimulai dengan menggunakan heparin secara intravena, dengan tujuan mencapai APTT lebih dari dua kali waktu control.
b)      Terapi trombolitik
c)      Pembedahan
d)     Bebat stoking
Pasien dengan trombosis vena dalam harus memakai bebat stoking dan rata-rata menurunkan angka kejadian terjadinya sindrom post trombotik. Pemakaian ini dianjurkan karena dapat meringankan rasa nyeri dan bengkak.
KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi dari trombosis vena dalam antara lain :
1.      Perdarahan
Perdarahan diakibatkan oleh penggunaan terapi antikoagulan.
2.      Emboli paru
Terjadi akibat terlepasnya trombus dari dinding pembuluh darah kemudian trombus ini terbawa aliran darah hingga akhirnya berhenti di pembuluh darah paru dan mengakibatkan bendungan aliran darah. Ini dapat terjadi beberapa jam maupun hari setelah terbentuknya suatu bekuan darah pada pembuluh darah di daerah tungkai. Gejalanya berupa nyeri dada dan pernapasan yang singkat.
3.      Sindrom post trombotik
Terjadi akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah mengalir keatas yang dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai bawah. Ini mengakibatkan nyeri, pembengkakan dan ulkus pada kaki.
PROGNOSIS
·         Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai resiko terjadinya insufisiensi vena kronik.
·         Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian. Dengan antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun hingga 5 sampai 10 kali

1 komentar:

  1. Halo calon dokter saya boleh minta refrensinya?
    postingannya sudah bagus, tapi refrensinya harus ada donk hehe
    Makasih...

    BalasHapus