PENDAHULUAN
Deep Vein Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah
(trombus) pada vena dalam. Trombus dapat terjadi pada vena-vena profunda pada
tungkai. Trombosis vena dalam dapat juga terjadi pada vena lainnya (sinus
cerebral, vena pada lengan, retina, dan mesenterika). Trombosis vena dalam
hanya menyebabkan suatu peradangan yang minimal. Peradangan yang terjadi
disekitar trombus, disertai dengan perlengketan trombus terhadap dinding vena
yang lama kelamaan terlepas dan menjadi embolus, berjalan melalui aliran darah
dan berakhir pada suatu aliran darah yang sempit sehingga menyebabkan blockade
terhadap aliran darah. Trombosis vena dalam dapat menyebabkan komplikasi
seperti sindrom postphlebitis, embolisme paru dan kematian.
Trombus terjadi karena perlambatan
dari aliran darah, kelainan dinding pembuluh darah, atau gangguan pembekuan
darah yang sering dinamakan dengan trias Virchow. Beberapa factor inilah yang
menyebabkan tingginya insiden trombus vena dalam. Trombus terbentuk pada daerah
yang aliran darahnya (arteri) cepat pada umumnya berwarna abu-abu dan terdiri
dari platelet. Trombus terjadi relative sangat lambat pada system vena biasanya
berwarna merah dan terdiri dari fibrin dan sel darah merah.
EPIDEMIOLOGI
Trombosis vena dalam terjadi
kira-kira 1 per 1000 orang per tahun. Kira-kira 1-5% menyebabkan kematian
akibat komplikasi. Trombosis vena dalam sangat sedikit dijumpai pada anak-anak.
Ratio laki-laki dan perempuan yaitu 1:1,2. Trombosis vena dalam biasanya
terjadi pada umur lebih dari 40 tahun.
ETIOLOGI
1.
Kerusakan sel endotel
·
Lupus eritematous
·
Penyakit Burger’s
·
Giant cell arteritis
·
Penyakit Takayasu
2.
Hiperkoagulasi
·
Resistensi aktif protein C
·
Sindrom antifosfolipid
·
Defisiensi Antitrombin III
·
Defisiensi Protein C dan S
·
Disfibrogenemia
3.
Stasis
·
Gagal jantung kongestif
·
Hiperviskositas
·
Tirah baring yang terlalu lama
·
Gangguan neurologik dengan hilangnya mekanisme pompa
otot.
Selain itu ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya trombosis vena dalam seperti pada umur lanjut, obesitas, infeksi,
immobilisasi, penggunaan kontrasepsi, tembakau, dan perjalanan dengan pesawat
terbang serta riwayat trauma.
PATOFISIOLOGI
Statis
atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya thrombosis
dan tampaknya menjadi factor pendukung pada keadaan imobilisasi atau saat
anggota gerak tidak dapat dipakai untuk jangka waktu lama. Imobilisasi (seperti
yang timbul selama masa perioperasi atau pada paralisis) menghilangkan pengaruh
pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi dan pengumpulan darah di ekstremitas
bawah. statis darah dibelakang daun katup dapat menyebabkan penumpukan
trombosit dan fibrin, yang mencetuskan perkembangan thrombosis vena.
Walaupun
cedera endotel diketahui dapat mengawali pembentukan thrombus, lesi yang nyata
tidak selalu dapat ditunjukkan. Tetapi, perubahan endotel yang tidak jelas,
yang disebabkan oleh perubahan kimiawi, iskemia, atau peradangan dapat terjadi.
Penyebab kerusakan endotel yang jelas adalah trauma langsung pada pembuluh
darah (seperti fraktur dan cedera jaringan lunak) dan infuse intravena atau
zat-zat yang mengiritasi (seperti kalium klorida, kemoterapi, atau antibiotic
dosis tinggi.
Hiperkoagulabiitas
darah bergantung pada interaksi kompleks antara berbagai macam variable,
termasuk endotel pembuluh darah, factor-faktor pembekuan dan trombosit,
komposisi, dan sifat-sifat aliran darah. Selain itu, system fibrinolitik
intrinsic menyeimbangkan system pembekuan melalui lisis dan disolusi bekuan
untuk mempertahankan patensi vascular. Keadaan hiperkoagulasi timbul akibat
perubahan salah satu variable ini. Kelainan hematologis, keganasan, trauma,
terapi estrogen, atau pembedahan dapat menyebabkan kelainan koagulasi.
Trombosis
vena akan meningkatkan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah. Dengan
meningkatnya resistensi, pengosongan vena akan terganggu, menyebabkan
peningkatan volume dan tekanan darah vena. Thrombosis dapat melibatkan kantong
katup dan merusak fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau inkomptemen
mempermudah terjadinya statis dan penimbunan darah di ekstremitas.
Thrombus
akan menjadi semakin terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah
apabila thrombus semakin matang. Sebagian akibatnya, risiko embolisasi menjadi
lebih besar pada fase-fase awal thrombosis, namun demikian juga bekuan tetap
dan dapat terlepas menjadi emboli yang menuju sirkulasi paru. Perluasan
progesif juga meningkatkan derajat obstruksi vena dan melibatkan daerah-daerah
tambahan dari system vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin dapat
distabilkan dalam derajat tertentu (rekanalisasi) dengan retraksi bekuan dan lisis
melalui system fibrinolitik endogen. Sebagian besar pasien memiliki lumen yang
terbuka tapi dengan daun katup terbuka dan jaringan parut, yang menyebabkan
aliran vena dua arah.
Kerusakan
lapisan intima pembuluh darah menciptakan tempat pembentukan pembekuan darah.
Trauma langsung pada pembuluh darah, seperti pada fraktur atau dislokasi,
penyakit vena dan iritasi bahan kimia terhadap vena, semua dapat merusak vena.
Kenaikan Koagubilitas terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat anti koagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas.
Kenaikan Koagubilitas terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat anti koagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas.
Trombofelitis
adalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembekuan darah. Ketika
pertama kali terjadi bekuan pada vena akibat statis atau hiperkoagulabilitas
tanpa disertai peradangan, maka proses ini dinamakan Flebotrombosit. Trombosis
vena dapat terjadi pada semua vena namun sering terjadi pada vena ekstremitas.
Gangguan ini dapat menyerang dengan baik vena supervisial mapun vena dalam tungkai.
Pada vena supervisial, vena safena adalah yang paling sering terkena. Pada vena
dalam tungkai yang sering terkena adalah vena iliofemoralis.
Trombos
vena tersusun atas agregat trombosit yang menempel pada dinding vena, di
sepanjang bangunan tambahan ekor yang mengandug fibrin, sel darah putih dan sel
darah merah. Bekuan darah dapat membesar atau memanjang sesuai arah aliran
darah akibat terbentuknya lapisan bekuan darah. Trombosis vena yang terus
tumbuh ini sangat berbahaya karena sebagian bekuan dapat terlepas dan
mengakibatkan oklusi emboli pada pembuluh darah paru. Fragmentasi dapat terjadi
spontan karena bekuan secara alamiah bisa larut atau dapat terjadi sehubungan
dengan peningkatan tekanan vena seperti saat berdiri tiba-tiba atau melakukan
aktivitas otot setelah lama istirahat.
MANIFESTASI KLINIK
Trombosis biasanya mulai pada vena
kecil di otot betis kadang permulaannya di vena pelvis. Kebanyakan bertambah
besar dari betis kea rah proksimal sampai ke vena pelvis atau vena kava
inferior.
Pada trombosis vena dalam yang kecil
biasanya tidak memberikan gejala (asimptomatik), lebih dari 50% penderita
trombosis vena dalam tidak memberikan keluhan dan tanda karena trombus tidak
menyumbat lumen sehingga tidak menyebabkan bendungan. Jika terjadi obstruksi
akan tampak gejala dan tanda sebagai berikut : (4,8,9)
1. Nyeri pada salah satu kaki
2. Nyeri tekan di otot betis
3. Udem kaki
4. Kaki agak panas
5. Nyeri dorsofleksi kaki pada uji
Homan
6. Perubahan warna kulit pada kaki.
Kadang kaki membengkak dan nyeri
karena seluruh trombus melekat pada dinding vena sehingga seluruh vena tungkai
sampai pelvis tersumbat, keadaan ini disebut flegmasia alba dolens. Pada
keadaan ini kaki nyeri sekali, sangat membengkak dan kulitnya putih karena
iskemia disertai dengan bercak bendungan. Pada stadium lanjut terdapat
flegmasia serulea dolens yang ditandai dengan kaki yang nyeri sekali, berwarna
biru tua dan hematoma karena mulai terjadi nekrosis atau gangrene. Justru pada
penderita yang tanpa gejala dan tanda, trombosis vena dalam dapat menyebabkan
emboli paru karena sebagian besar trombus di tungkai dan pelvis tidak melekat
ke dinding vena.
DIAGNOSIS
Diagnosis trombosis vena dalam
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri pada kaki dan edema dan
adanya beberapa faktor resiko terjadinya trombosis vena dalam seperti pada umur
lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan kontrasepsi, tembakau, dan
perjalanan dengan pesawat terbang serta adanya riwayat trauma.
Berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan
1. Edema yang biasanya unilateral
2. Nyeri dan nyeri tekan pada kaki
3. Tanda Homan’s
4. Distensi vena
5. Demam
6. Flegmasia cerulean dolens
7. Flegmasia alba dolens
Secara klinik trombosis vena dalam dapat dinilai
dengan menggunakan beberapa parameter. Berdasarkan skor klinik Scarvelis dan
Wells sebagai berikut :
·
Kanker yang aktif +1
·
Paralisis atau pemasangan gips pada +1
Ekstremitas bawah
Ekstremitas bawah
·
Bedrest > 3 hari atau operasi besar < 4 minggu
+1
·
Nyeri tekan yang terlokalisir +1
·
Pembengkakan seluruh kaki +1
·
Pembengkakan tungkai >3cm dibanding +1
dengan kaki yang sebelahnya
dengan kaki yang sebelahnya
·
Pitting edema +1
·
Sebelumnya pernah menderita DVT +1
·
Kolateral vena superficial +1
·
Alternatif diagnosis -2
Interpretasi
·
Resiko tinggi >3
·
Resiko sedang 1 atau 2
·
Resiko rendah < 0
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang untuk
mendiagnosa trombosis vena dalam seperti :
1. Tes Darah
a) Tes D-dimer
Plasma
D-dimer adalah spesifik turunan dari fibrin, yang dihasilkan ketika fibrin
terdegradasi oleh plasmin, jadi konsentrasinya meningkat pada pasien dengan
tromboembolisme vena. Walaupun sensitive untuk tromboembolisme vena,
konsentrasi yang tinggi D-dimer tidak cukup spesifik untuk membuat suatu
diagnosis karena d-dimer juga dapat meninggi pada kelainan seperti keganasan, kehamilan
dan setelah operasi.
b) Protein S,
protein c, antithrombin III, faktor V, prothrombin, antifosfolipid antibody,
dan kadar hemosistein. Defisiensi terhadap beberapa faktor ini merupakan suatu
keadaan abnormal yang menyebabkan terjadinya hiperkoagulasi.
2. Imaging
(pencitraan)
a) Venografi
Merupakan
suatu pemeriksaan “gold standard” untuk menegakkan diagnose trombosis vena
dalam dengan menggunakan kontras. Prosedur ini invasif tetapi resikonya kecil
terhadap suatu reaksi alergi atau trombosis vena. Berikut gambaran trombosis
vena dalam pada a. poplitea.
b) Ultrasonografi
Merupakan
suatu pemeriksaan yang non invasif, tetapi ultrasonografi bukan suatu
pemeriksaan yang memuaskan untuk menegakkan diagnosis trombosis vena pada
tungkai. Ultrasonografi mempunyai tiga teknik dalam penggunaannya sebagai
berikut:
·
Kompresi ultrasound : dengan memberikan tekanan pada
lumen pembuluh darah jika tidak ada sisa lumen saat dilakukan tekanan ini
mengindikasikan bahwa tidak adanya trombosis pada vena.
·
Dupleks ultrasonografi : karakteristik aliran darah
dinilai dengan menggunakan pulsasi signal Doppler. Aliran darah yang normal
terjadi secara spontan dan fasik dengan pernapasan. Ketika pola fasik tidak
ada, ini mengindikasikan adanya obstruksi dari aliran vena.
·
Colour flow duplex : menggunakan teknik dupleks
ultrasonografi tetapi dengan tambahan warna pada Doppler sehingga dengan mudah
mengidentifikasi pembuluh darah.
c) CT-Scan dan
MRI
Dengan
Ct-Scan dapat menunjukkan adanya trombosis vena dalam dan jaringan lunak
sekitar tungkai yang membengkak. Sedangkan MRI sangat sensitif dan dapat
mendiagnostik kecurigaan adanya trombosis pada vena iliaka atau vena cava inferior.
PENATALAKSANAAN
Terapi ditujukan pada upaya
menghentikan proses koagulasi darah, mencegah terjadinya emboli paru, dan
pembentukan trombus baru, diberikan heparin intravena atau trombolitik selama
beberapa hari, dan sediaan penghambat agregasi trombosit atau warfarin selama
beberapa bulan. Jika terjadi emboli pelana, embolektomi a.pulmonalis merupakan
operasi darurat yang harus segera dikerjakan. Operasi ini jarang memperlihatkan
hasil langsung baik, karena diperlukan mesin pintas kardiopulmonal. Kadang
perlu ditempatkan paying atau jala di vena kava inferior yang dipasang secara
perkutan menembus lumen vena untuk menvegaha kambuhnya emboli paru. Pencegahan
terjadinya tromboemboli vena terdiri dari pemberian antikoagulan kepada
penderita risiko tinggi misalnya heparin subkutis dosis rendah.
Penanganan trombosis vena dalam
secara umum terbagi atas :
a) Antikoagulan
Penanganan
trombosis vena dalam tergantung atas lokasi trombus. Trombus pada vena tungkai
dapat ditangani tanpa antikoagulan, khususnya jika trombus berkembang sebagai
akibat kejadian yang tidak teridentifikasi seperti trauma atau pembedahan.
Trombus vena dalam pada daerah proksimal tungkai harus ditangani dengan
antikoagulan untuk mencegah penyebaran trombus dan emboli paru. Terapi dimulai
dengan menggunakan heparin secara intravena, dengan tujuan mencapai APTT lebih
dari dua kali waktu control.
b) Terapi
trombolitik
c) Pembedahan
d) Bebat
stoking
Pasien
dengan trombosis vena dalam harus memakai bebat stoking dan rata-rata
menurunkan angka kejadian terjadinya sindrom post trombotik. Pemakaian ini
dianjurkan karena dapat meringankan rasa nyeri dan bengkak.
KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi dari trombosis vena dalam
antara lain :
1. Perdarahan
Perdarahan
diakibatkan oleh penggunaan terapi antikoagulan.
2. Emboli paru
Terjadi
akibat terlepasnya trombus dari dinding pembuluh darah kemudian trombus ini
terbawa aliran darah hingga akhirnya berhenti di pembuluh darah paru dan
mengakibatkan bendungan aliran darah. Ini dapat terjadi beberapa jam maupun
hari setelah terbentuknya suatu bekuan darah pada pembuluh darah di daerah
tungkai. Gejalanya berupa nyeri dada dan pernapasan yang singkat.
3. Sindrom post
trombotik
Terjadi
akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah mengalir keatas yang
dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai bawah. Ini mengakibatkan nyeri,
pembengkakan dan ulkus pada kaki.
PROGNOSIS
·
Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa
yang lama mempunyai resiko terjadinya insufisiensi vena kronik.
·
Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak ditangani
dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian.
Dengan antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun hingga 5 sampai 10 kali
Halo calon dokter saya boleh minta refrensinya?
BalasHapuspostingannya sudah bagus, tapi refrensinya harus ada donk hehe
Makasih...