·
Pendahuluan
Penyakit ginjal yang berasal dari glomerulus pada
umumnya menunjukkan tiga manifestasi klinik utama, yaitu hematuria dan atau
proteinuria yang bersifat asimtomatik, sindrom nefritik akut yang ditandai dengan
hematuria, edema, hipertensi, dan berbagai derajat insufisiensi ginjal serta
sindrom nefrotik.
Istilah sindrom nefrotik ditujukan terhadap
penyakit yang ditandai dengan proteinuria masif,
hipoproteinemia/hipoalbuminemia, dan edema.
Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia dengan berbagai tingkat dapat terjadi pada
sindrom nefrotik, meskipun tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnostik.
Etiologi
·
Secara etiologi, sindrom nefrotik dapat dibagi
menjadi primer dan
sekunder
sekunder
·
Sindrom nefrotik primer menunjukkan bahwa
penyakit terbatas pada ginjal dan umumnya penyebabnya tidak diketahui dengan
pasti (idiopatik)
·
sindrom nefrotik sekunder terjadi apabila
terdapat manifestasi penyakit sistemik di luar ginjal atau terdapat penyebab
yang spesifik
Berdasarkan gambaran histopatologis sindrom
nefrotik pada anak dapat dibagi ke dalam sindrom nefrotik kelainan minimal
(SNKM) dan sindrom nefrotik kelainan nonminimal (SNKNM). Bentuk tersering SNKNM
pada anak adalah
·
glomerulosklerosis fokal segmental,
·
glomerulonefritis membranoproliferatif
·
nefropati membranosa.
Berdasarkan respons terhadap pengobatan steroid,
sindrom nefrotik dikelompokkan ke dalam :
·
sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
·
sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS).
·
Untuk kepentingan praktis, para klinisi umumnya
lebih menyukai klasifikasi berdasarkan respons terhadap pengobatan steroid.
Patogenesis
·
Proteinuria
·
Proteinuria dianggap sebagai kelainan primer pada
sindrom nefrotik, sedangkankelainan lain dianggap sekunder terhadap
proteinuria.
·
Laju ekskresi protein untuk mendiagnosis penyakit
sindrom nefrotik adalah 1 gram/24 jam, sedangkan peneliti lain menganjurkan
angka 50 mg/kgbb/24 jam dan 40 mg/m2/jam.
·
Haycock menggunakan angka 100 mg/m2/jam untuk
mendiagnosis proteinuria masif pada penderita sindrom nefrotik.
·
Mekanisme yang menerangkan terjadinya proteinuria
belum jelas, tetapi diduga yang berperan dalam kejadian ini adalah kelainan
imunologis.
Fisiologi glomerulus
·
Filtrat glomerulus dibentuk dari ultrafltrasi
plasma yang menembus dinding kapiler glomerulus. Struktur dinding kapiler
glomerulus terdiri atas 3 lapisan, yaitu bagian dalam yang disebut endotel dan
mengandung banyak lubang (fenestra), membrana basalis glomerulus yang membentuk
suatu lapisan berkesinambungan antara sel endotelial dan mesangial di satu sisi
serta sel epitel di sisi lain. Lapisan ketiga yang merupakan bagian paling luar
adalah epitel yang terdiri atas sel yang sangat spesifik yang disebut podosit.
Podosit ini dipisahkan oleh celah diafragma yang dianggap dapat menahan filtrasi
albumin.
·
Komponen plasma dapat melewati fenestra endotel
dan mencapai membrana basalis glomerulus tanpa hambatan. Molekul-molekul kecil
lalu masuk ke ekstraselular melintasi membrana basalis dan menembus pori-pori
podosit, sedangkan albumin dan protein plasma lain yang besar akan diseleksi oleh
membrana basalis glomerulus sesuai dengan ukuran dan muatan molekulnya.
·
Meskipun albumin mempunyai berat molekul kecil
(70-150 kd), akan tetapi tidak dapat melewati membrana basalis glomerulus
karena adanya sawar muatan yang bersifat negatif, sedangkan mekanisme sawar
ukuran pada membrana basalis glomerulus akan menghambat molekul protein yang
lebih besar (lebih dari 150 kd)
·
Teori terbaru terjadinya proteinuria adalah
gangguan pada struktur dan fungsi dari podosit yang menghasilkan nefrin. Pada
penelitian ginjal janin manusia diketahui bahwa selama tahap glomerulogenesis,
maturasi celah diafragma tidak akan terjadi bila tidak ada nefrin. Karena itu
bila ada mutasi gen pembentuk nefrin (NPHS1). Maka nefrin tidak terbentuk
sehingga filamen (gambaran mikroskop elektron celah diafragma) juga tidak ada,
akibatnya akan terjadi proteinuria masif. Keadaan ini menerangkan terjadinya
proteinuria pada sindrom nefrotik kongenital.
Mekanisme proteinuri pada SN
·
Meskipun patogenesis proteinuria pada penderita
SN masih belum jelas, akan tetapi bukti-bukti terbaru memperkirakan SN ini
terjadi karena gangguan pada
·
limfosit T. Adanya hubungan sindrom nefrotik
dengan penyakit yang berkaitan dengan gangguan proliferasi sel T, seperti
limfoma Hodgkin, serta terjadinya remisi pada penderita sindrom nefrotik yang
diinduksi oleh penyakit campak dan malaria yang bersifat menekan sel T,
menyebabkan beberapa peneliti menganggap sindrom nefrotik terjadi akibat
gangguan fungsi sel T.14,15
·
Shalhoub membuat hipotesis bahwa klon sel T
abnormal dapat menghasilkan sitokin yang bersifat toksik terhadap membrana
basalis glomerulus dan mengakibatkan perubahan permeabilitas glomerulus
terhadap protein.
·
Berbagai sitokin yang dilepaskan, seperti interleukin
akan mengakibatkan proses inflamasi pada dinding kapiler glomerulus yang
menyebabkan permeabilitasnya meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran
protein melalui dinding kapiler glomerulus (proteinuria yang terjadi secara size
selectivity). Di pihak lain, interleukin yang dilepaskan tadi akan
menyebabkan katabolisme proteoglikan heparan sulfat pada dinding kapiler
glomerulus, sehingga muatan negatif pada dinding kapiler glomerulus menjadi
hilang dan protein yang bermuatan negatif bisa bocor (proteinuria yang terjadi
secara charge selectivity).
limfosit T pada SN
·
Pada SNKM tampak perubahan jumlah populasi CD4+
dan CD8+ sel T selama terjadinya penyakit.17 Dengan rangsangan antigen, CD4+
dan CD8+ akan menghasilkan IL-2 yang berperan penting pada respons imun selular
dan humoral. Pada penderita SN sensitif steroid produksi IL-2 berkurang, hal
ini terjadi karena peningkatan supressor-inducer (CD45RA+CD4+) dan supressor
effector (CD45RA+CD8+), sedangkan aktivitas sel memori (CD45RO+CD4+)
menurun. Penurunan produksi IL-2 pada SN juga terjadi karena gangguan
diferensiasi dan ekspansi subset sel Th1.18 Selain produksi IL-2 yang menurun,
juga terjadi peningkatan CD4+CD25+ sel T natural (yang merupakan reseptor IL-2 rantai
α) yang bersifat
supresif. Sifat supresif ini berhubungan dengan penurunan regulasi IL-2.
Hiperkolestrolemia
·
Patogenesis terjadinya kenaikan lipid dan
lipoprotein pada sindrom nefrotik sangat kompleks, oleh karena adanya pengaruh
timbal balik proses metabolisme lipoprotein. Keadaan
hipoproteinemia/hipoalbuminemia akan menyebabkan kompensasi pembentukan
berbagai jenis protein termasuk lipoprotein oleh hati sehingga pada penderita
sindrom nefrotik dapat ditemukan adanya hiperkolesterolemia. Selain itu klirens
lemak yang berkurang menyebabkan terjadinya peningkatan lemak dalam darah.
Manifestasi SN
·
Edema
·
Edema merupakan keluhan yang paling penting dan
terdapat kira-kira 95% penderita SN, tidak tergantung pada jenis kelainan
histopatologinya. Edema umumnya terlihat pada kedua kelopak mata. Sifat edema
seringkali kurang nyata pada awal perjalanan penyakit, dapat menetap atau bertambah,
baik lambat atau cepat atau dapat menghilang dan timbul kembali. Edema minimal
terlihat oleh orang tua atau anak yang besar sebelum dokter melihat pasien
untuk pertama kali dan memastikan kelainan ini. Edema. Lambat laun edema
menjadi menyeluruh , yaitu ke pinggang, perut dan tungkai bawah. Sebelum
mencapai keadaan ini orangtua sering mengeluh berat badan tidak naik, namun
kemudian mendadak berat badan bertambah dan terjadinya pertambahan ini tidak
diikuti oleh nafsu makan yang meningkat. Edema berpindah dengan perubahan
posisi dan akan lebih jelas di kelopak mata dan muka saat bangun tidur,
sedangkan pada tungkai tampak selama dalam posisi berdiri, di sekitar
pergelangan kaki pada sore hari. Edema dapat berlanjut menjadi asites, efusi
pleura,,edema di skrotum/vulva, edema bersifat umum yang disebut anasarka dan
bersifat “pitting”.
·
Pada SNKM edema timbul secara lebih cepat dan
lebih berat, progresif dalam beberapa hari atau beberapa minggu.
·
Keluhan umum penderita yang sering terjadi adalah
anoreksia, yang berhubungan dengan beratnya edema, iritabel dan mudah lelah.
·
Diare sering dialami pasien dalam keadaan edema
yang masif, diduga berhubungan dengan
·
edema mukosa dinding usus. Nyeri perut kadang
ditemukan, dapat merupakan gejala hipovolemia dan peritonitis.
·
Oliguria sering terjadi terutama selama kambuhnya
sindrom nefrotik. Oliguria/ anuria merupakan gejala gagal ginjal akut. Adanya
efusi pleura, edema paru dan asites yang banyak biasanya terjadi keluhan
distres respirasi.
·
Demam dan gejala infeksi dapat dijumpai pada anak
SN antara lain infeksi kulit dan peritonitis.
·
Infeksi saluran kemih dapat terjadi dan mungkin
merupakan penyebab gagalnya pengobatan SN.
·
Tekanan darah pada umumnya normal atau rendah,
namun dapat meningkat pada 15-20% penderita. Tekanan darah yang meningkat
terutama terdapat pada penderita SN sebagai akibat sekresi renin, aldosteron,
dan hormon vasoaktif lain, yang berlebihan. Hipertensi anak lebih sering
terdapat pada SN bukan kelainan minimal, etiologi hipertensi pada SN
diperkirakan multifaktorial.
·
Penderita SN mempunyai risiko besar untuk
mengalami hipovolemia, sampai syok hipovolemik.
·
Nyeri abdomen pada SN dapat merupakan gejala
hipovolemia dan peritonitis.
Pemeriksaan laboratorium
·
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan proteinuria
masif, yaitu lebih dari 40 mg/m²/jam, atau rasio protein dan kreatinin lebih
dari 2 mg per mg dalam urin sewaktu, atau dengan dipstik lebih dari 2+.
·
Temuan lain pada urinalisis adalah peningakatan
berat jenis (BJ) dan pH urin, leukosituria, double refractile lipoid bodies dan
silinder hialin. Dua puluh dua persen penderita SN menunjukkan hematuria
mikroskopik sementara. sedangkan hematuria gros sangat jarang ditemukan
·
Pemeriksaan darah ditemukan hipoalbuminemia
(kurang dari 2,5 mg/dL), dengan rasio albumin dan globulin yang terbalik. Kadar
ureum dan kreatinin umumnya normal, meskipun 32% menunjukkan peningkatan
kreatinin plasma yang bersifat sementara.
·
Hiperkolesterolemia tidak selalu ditemukan,
Disebut kolesterolemia bila kadar kolesterol >250 mg/dL. Akhir-akhir ini
disebut juga sebagai hiperlipidemia oleh karena bukan hanya kolesterol saja
yang meningkat namun beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah
·
Konstituen lemak itu adalah: kolesterol, LDL,
VLDL dan Trigliserida. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk
membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini,
sel-sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL akan diubah
oleh lipoprotein lipase menjadi LDL. Tetapi pada SN, aktifitas enzim ini
terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas.
·
Disamping menurunnya aktifitas lipoprotein lipase
ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat
keluarnya protein ke dalam urin. Jadi hiperkolesterolemia ini tidak hanya
disebabkan oleh produksi yang berlebihan, tetapi juga akibat gangguan
katabolisme fosfolipid. Biasanya kadar kolestrol total, LDL, VLDL meningkat,
sedang kadar HDL normal
·
Gambaran darah tepi menunjukkan tanda
hemokonsentrasi berupa peningkatan kadar hemoglobin dan hematokrit. Jumlah
trombosit dan agregasi trombosit meningkat. Ciri khas dari SNKM adalah tidak
adanya hematuria persisten, insufiensi ginjal (peningakatankadar ureun,
kreatinin dan oliguria) , hipertensi dan penurunan kadar komplemen.
Menegakkan diagnosis SN
·
Diagnosis SN ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
·
Selain edema sesuai berat ringannya penyakit,
perlu dicari gejala lain seperti pada manifestasi klinis di atas seperti
anoreksia, gejala infeksi, nyeri perut dan diare. Pemeriksaan fisik harus disertai
pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut dan tekanan darah.
Pemeriksaan penunjang
·
Urinalisis dan bila perlu biakan urin
·
Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin
24 jam atau rasio protein/kreatinin pada
urin pertama pagi hari.
·
Pemeriksaan darah :
o
a. Darah tepi lengkap (hemoglobin,leukosit,hitung jenis, trombosit, hematokrit dan Laju Endap Darah
/LED)
o
b. Kadar albumin dan kolesterol plasma
o
c. Kadar ureum, kreatinin, serta kliren kreatinin
dengan cara klasik atau dengan rumus Schwart.
o
d. Kadar komplemen C3, bila dicurigai lupus
eritematosus sistemik, pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (antinuclear
antibody) dan anti ds-DNA
Diagnosis banding SN
·
Sembab non-renal :
o
Kardial (gagal jantung kongestif)
o
Nutritional (gangguan nutrisi)
o
Hepatal (penyakit hepar kronis)
·
Glomerulonefritis akut
·
Lupus sistemik eritematosus
Beberapa istilah dalam SN
·
Remisi Albumin urin negatif atau trace (atau
proteinuria 4mg/mg/m2/jam) dalam 3 kali pemeriksaan berturut- turut dalam 1
minggu.
·
Relaps Albumin urin 3+ atau 4+ (atau proteinuria
> 40 mg /m2/jam)
·
dalam 3 kali pemeriksaan berturut-turut per tahun
pengamatan, pada pasien yang telah mengalami remisi.
·
Relap sering Kambuh 2 kali atau lebih dalam 6 bulan
pertama setelah remisi, atau kambuh 4 kali atau lebih dalam 1 tahun.
·
Relap jarang kambuh kurang dari 2 kali dalam 6
bulan setelah remisi, atau kurang dari 4 kali dalam periode 1 tahun.
·
Dependen steroid kambuh 2 kali berurutan pada
saat dosis steroid diturunkan /alternating atau dalam 14 hari setelah
pengobatan steroid dihentikan.
·
Resisten steroid tidak terjadi remisi pada
pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4
minggu.
·
Sensitif steroid Remisi terjadi pada pengobatan
prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
Pengobatan SN : Steroid
·
Sebelum memulai pengobatan steroid, harus
dilakukan pemeriksaaan berat badan, tinggi badan dan tekanan darah pasien.
Pemeriksaan berat badan secara rutin setiap hari sangat membantu untuk
memonitor berkurang atau bertambahnya edema. Pemeriksaan fisik untuk mencari
adanya fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, atau cacingan dan adanya gejala
penyakit sistemik, antara lain lupus eritematus sistemik (LES), purpura Henoch
Schonlein,
·
Apabila didapatkan adanya tanda-tanda infeksi,
maka perlu dieradikasi terlebih dahulu sebelum pengobatan steroid dimulai.
Melakukan uji mantoux, dan apabila hasilnya positif diberikan
profilaksis INH selama 6 bulan dan apabila didapatkan tuberkulosis diberikan
obat anti tuberkulosis (OAT), bersamaan dengan pemberian steroid.
·
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada episode
awal adalah urinalisis; protein urin kwantitatif menggunakan urin tampung 24
jam atau rasio protein/kreatinin urin pertama pagi hari; biakan / kultur urin
dilakukan apabila didapatkan gejala klinis dan urinalis mengarah infeksi
saluran kemih; pemeriksaan darah tepi lengkap; albumin dan kolesterol serum;
elektrolit serum; ureum dan kreatinin; pada anak usia ≥ 10 tahun atau apabila
ditemukan gejala LES diperlukan pemeriksaan kadar komplemen C3, anti nuclear
antibody (ANA), serta anti ds-DNA.
Pengobatan suportif
·
Pengobatan awal sindrom nefrotik idiopatik pada
anak bersifat suportif dan ditentukan oleh status klinis pasien. Sindrom nefrotik
pada anak onset pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit, dengan tujuan
untuk pemeriksaan dan monitoring pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai
pengobatan steroid dan edukasi orangtua atau keluarga tentang penyakit tersebut
·
Pemberian nutrisi yang optimal termasuk protein
yang berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup, adalah penting untuk
pertumbuhan. Pemberian diit tinggi protein merupakan kontraindikasi karena akan
menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan dapat menyebabkan sklerosis glomerulus. Diit protein yang
direkomendasikan berdasarkan RDA (recommended daily allowances), yaitu
1,5-2 g/kgBB/hari. Pasien sebaiknya mengikuti diit rendah garam (1-2 g/hari),
selama pasien masih edema (Hodson, 2003)
·
Keseimbangan cairan harus dimonitor ketat pada
masa awal perawatan. Retriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat.
Biasanya diberikan diuretika, yang dipilih adalah loop diuretic,
misalnya furosemid dengan dosis 1-3 mg/kgbb/hari intravena, bila perlu dapat
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretika hemat
kalium) dengan dosis 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretika, harus
dipastikan tidak didapatkan adanya hipovolemia. Pada pemakaian diuretika lebih
dari 1-2 minggu, perlu dilakukan pemantauan elektrolit serum (natrium dan
kalium)
·
Apabila dengan pemberian diuretika tidak berhasil
(edema refrakter), biasanya disebabkan karena hipovolemia atau hipoalbuminemia
yang berat (albumin serum ≤1 g/dL), untuk menarik cairan dari jaringan, dapat
diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb dalam 2-4 jam. Kemudian
dilanjutkan dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kgbb.
·
Apabila pasien tidak mampu dari segi biaya, maka
dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan10 tetes/menit.
Pemberian suspensi albumin dapat diberikan selang sehari untuk memberi
kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan.
·
Apabila didapatkan asites berat sehingga
mengganggu pernapasan maka dapat dilakukan pungsi asites.
Algoritme pemberian furosemide
·
Furosemid 1-3 mg/kgbb/hari+ spironolakton 2-4
mg/kgbb/hari. Berat badan tidak menurun atau tidak ada dieresis dalam 48 jam
Dosis furosemid dinaikkan 2 kali lipat (maksimum 4-6 mg/kgbb/hari. Ditambahkan
hidroklorothiazid 1-2 mg/kgbb/hari, bolus furosemid iv 1-3 mg/kgbb/dosis atau per
infus dengan kecepatan 0,1-1 mg/kgbb/jam Albumin 20% 1g/kgbb intravena Diikuti dengan furosemid intravena
Pengobatan :
·
Kortikosteroid merupakan pilihan utama dalam
penatalaksanaan sindrom nefrotik idiopatik pada anak tanpa ada kontraindikasi.
Obat yang biasa digunakan adalah prednison atau prednisolon. International
Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) merekomendasikan dengan dosis
60 mg/m2 luas permukaan tubuh atau 2 mg/kgbb (dosis maksimal 80 mg/hari) dalam
dosis terbagi, prednison dosis penuh (full dose) diberikan selama 4 minggu.
·
Bila terjadi remisi, dilanjutkan dengan dosis 40
mg/m2 luas permukaan tubuh atau 1,5 mg/kgbb/hari (2/3 dosis awal), diberikan
secara alternating day (selang sehari), satu kali sehari setelah makan pagi,
selama 4 minggu. Apabila setelah pengobatan steroid dosis penuh tidak terjadi
remisi, maka pasien dinyatakan sebagai sindrom nefrotik resisten steroid. Sebagian
besar sindrom nefrotik pada anak respon terhadap pemberian steroid.
·
ISKDC melaporkan bahwa 78,1% pasien sindrom
nefrotik pada anak respon terhadap pemberian kortikosteroid selama 8 minggu.
Respon terhadap pengobatan steroid merupakan indikator penting untuk prognosis
sindrom nefrotik.
Pengobatan SN resisten steroid
·
Pengobatan SNRS sampai saat ini masih belum
memuaskan . Sebelum pengobatan dimulai sebaiknya pada pasien SNRS dilakukan
pemeriksaan biopsi ginjal untuk menentukan gambaran histopatologis karena dapat
mempengaruhi prognosis.
Obat-obatan yang sering digunakan pada yang
resisten steroid
1. Siklofosfamid (CPA)
·
Pengamatan selama 5 tahun pada pemberian secara
oral siklofosfamid (2-3mg/kgBB/hari) dan prednison (1mg/kgBB secara alternating
day) selama 8-12 minggu dapatterjadi remisi pada 69% pasien dengan SNRS.
Pemberian siklofosfamid secara intravena sebulan sekali juga efektif tetapi
apakah mempunyai kelebihan daripada pemberian secara oral masih belum jelas. Efek
samping yang dapat terjadi adalah supresi sumsum tulang,alopesia, sistitis
hemoragik, infertilitas, keganasan, nefrotoksik dan risiko infeksi bakteri. Adanya
efek samping toksisitas pada gonad harus diperhatikan. 22 Pemberian CPA oral
dan pulse dapat dilihat pada
2. Siklosporin A (CsA)
o
Siklosporin A (CsA) merupakan obat pengganti steroid yang efektif
dan aman dalam pengobatan sindrom nefrotik. Mekanisme
kerja CsA adalah menghambat
produksi IL- 2. Angka respon
terhadap pemberian CsA saja sebesar 30%, sedangkan
dengan pemberianCsA yang dikombinasi dengan steroid sebesar 40-50%.
·
Efek samping CsA antara lain hipertrikosis (50%),
hiperplasia gusi (40%), hipertensi dan nefrotoksisitas kronis (30%). Oleh karena itu pada pemberian CsA perlu
pemantauan : (1) Kadar CsAdalam darah dipertahankan antara 100-200 nanogram/ml,
(2) Kadar kreatinin darah secara berkala, (3) Biopsi ginjal setiap 2 tahun.
Metilprednisolon pulse
·
Protokol pengobatan dengan metilprednisolon pulse
bersamaan dengan prednison atau siklofosfamid oral, dapat memberikan remisi
total pada pasien dengan SNRS kelainan minimal atau GSFS. Protokol pengobatan
metilprednisolon pulse tersebut dikenal sebagai protokol Mendoza (Tabel 2).
Efek samping pemberian metilprednisolon pulse antara lain gangguan hormon
pertumbuhan dan osteoporosis.
Komplikasi SN
Infeksi
o
Infeksi akibat
bakteri
·
Pasien anak yang menderita sindrom nefrotik memiliki risiko untuk menderita sepsis
bacterial, kondisi ini timbul ketika anak mendapatkan terapi antibiotika
golongan penicillin. Infeksi yang paling sering terjadi adalah peritonitis
akibat Streptococcus pneumoniae, kadangkala septikemi dapat pula timbul
akibatbakteri Haemophillus influenza dan organisme bakteri gram negative
lainnya.
·
Kulit yang teregang dan adanya edema subkutan
mencetuskan terjadinya selulitis. Infeksi seringkali terjadi akibat adanya
perburukan pada sistim imunitas humoral tubuh, dimana kadar Ig G akan mengalami
penurunan dan adanya aktivasi komplemen melalui jalur alternatif yang timbul
akibat kehilangan faktor B dari urin dan adanya plasma nefrotik akan mengakibatkan
perburukan terhadap fungis limfosit.
·
Terapi dengan menggunakan kortikosteroid dan obat
– obatan imunosupresif akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi
o
Infeksi akibat
virus
·
Insiden terjadinya infeksi viral meningkat
seiring dengan pemberian terapi steroid ataupun obat – obatan imunosupresif .
Timbulnya relaps pada umumnya dicetuskan pula oleh infeksi virus.
·
Tetani
·
· Gagal Ginjal Akut
·
Thrombosis dan
thromboemboli
·
Retensi Sodium
·
Hipovolemia
·
Hiperlipidemia
·
Gagal tumbuh
kembang dan atrofi otot / Muscle wasting akibat deplesi protein.
·
Anemia
Komplikasi yang disebabkan oleh pengobatan
·
Diet yang salah dapat mengakibatkan malnutrisi
ataupun Pemberian penisilin dapat mengakibatkan timbulnya peritonitis yang disebabkan
oleh Streptococcus
·
Pemberian kortikosteroi
o
Pertumbuhan terhambat / pendek
·
Supresi adrenal
·
Osteoporosis dan peningkatan risiko terjadinya
patah tulang
·
Ulcus peptik
·
Hipertension
·
Katarak, tetapi katarak akan dapat membaik
setelah pemberian steroid dihentikan
·
Peningkatan tekanan intrakranial
·
Jerawat
·
Diabetes
·
Pankreatitis
·
Penebalan lentikular posterior
·
Myopathy
·
Timbulnya proses nekrosis pada tulang
·
Perubahan sifat dan suasana hati umum terjadi
Prognosis
·
Pada umumnya anak yang menderita sindrom nefrotik
disebabkan oleh sindrom nefrotik jenis kelainan minimal yang memberikan respon
yang cukup baik terhadap pemberian prednisone. Mortalitas pada sindrom nefrotik
dengan kelainan minimal adalah sekitar 2%, dan pada umumnya disebabkan oleh
peritonitis ataupun oleh akibat trombus, yang akan timbul walaupun diberikan
pengobatan yang adekuat
thank you yaaa, help me a lot deh
BalasHapusSumbernya ada kak?
BalasHapusSumbernya ada kak?
BalasHapus