(KELAINAN SISTEM URINARIUS)
Pendahuluan
·
Gagal Ginjal Akut menandakan adanya disfungsi ginjal yang terjadi secara tiba-tiba yang
mengakibatkan terjadinya ketidakmampuan ginjal dalam mengatur keseimbangan asam
basa dan elektrolit serta mengekskresi cairan dan limbah metabolisme.
·
Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus pada Acute
Kidney Injury ditandai secara klinik dengan
adanya peningkatan kreatinin serum yang disertai dengan
penurunan produksi urin.
Prevalensi Acute Kidney Injury ( gagal ginjal Akut )
·
Prevalensi penderita AKI yang dirawat di
Pediatric Intensive Care Unit (PICU) tampaknya semakin meningkat dalam 10 tahun
terakhir ini dimana juga menunjukkan semakin meningkatnya pemberian terapi
invasif. Insidens AKI yang dirawat di PICU yang membutuhkan renal replacement
therapy (RRT) berkisar 1-2%
Etiologi
·
AKI secara tradisional diklasifikasikan menjadi prarenal, renal atau pasca renal .
·
Etiologi AKI telah berubah dalam 10-20 tahun dari
primary renal disease (mis, HUS, glomerulonefritis) menjadi komplikasi renal
dari penyakit sistemik atau pengobatannya (pasca operasi jantung, penyakit
onkologi). Sepsis juga merupakan salah satu faktor etiologi yang utama.
AKI Prerenal
·
AKI prarenal mengacu pada penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang terjadi secara tiba-tiba
oleh karena perfusi ginjal yang tidak adekuat (hipoperfusi ginjal), merupakan
55-60% AKI.
·
Hipoperfusi ginjal terjadi karena
volume intravaskular tidak adekuat atau akibat penurunan volume sirkulasi
efektif. Deplesi volume intravascular disebabkan oleh dehidrasi dimana total body water berkurang, atau
karena ekstravasasi cairan keluar dari ruang intravaskular, misal pada keadaan hipoalbuminemia berat (sindrom
nefrotik, gangguan hepar yang berat) atau pada kebocoran kapiler seperti
misalnya pada sistemic inflammatory response
syndrome (SIRS). Volume sirkulasi efektif yang menurun terjadi karena
cardiac output yang jelek atau pada keadaan vasodilatasi sistemik. AKI prarenal
dapat pula dijumpai pada stenosis arteri renalis. Semua keadaan tersebut akan
mengakibatkan penurunan perfusi efektif parenkhim ginjal.
·
Bila perfusi ginjal menurun, timbul respon
adaptif untuk mempertahankan LFG dan memperbaiki volume intravaskular melalui
mekanisme neurohormonal. Penurunan perfusi ginjal meningkatkan aktivitas adrenergik
dan stimulasi aksis renin-angiotensin-aldosteron (RAA) serta pelepasan hormon
antidiuretik (ADH). Peningkatan aktivitas adrenergik mengakibatkan
vasokonstriksi sistemik sehingga tekanan darah meningkat. Stimulasi sistem RAA
meningkatkanreabsorpsi garam dan air melalui angiotensin II (tubulus proksimal)
dan aldosteron (tubulus distal)
·
Peningkatan ADH menyebabkan retensi air oleh
tubulus coligentes. Melalui mekanisme tersebut maka volume intravaskular dan
tekanan darah sistemik dapat dipertahankan yang sekaligus akan mempertahankan
LFG. Angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi arteriol efferen glomerulus,
sedangkan vasodilator seperti misalnya prostaglandin dan nitric oxide
menyebabkan vasodilatasi arteriol afferen, sehingga meningkatkan tekanan glomerulus
dan oleh karenannya meningkatkan LFG.
·
Apabila keadaan hipoperfusi ginjal
segera membaik, yaitu apabila volume cairan intravascular menjadi optimal
kembali, LFG akan segera pulih. Tetapi apabila terjadi keadaan sebaliknya yaitu
hipoperfusi ginjal memburuk atau berkepanjangan, maka akan timbul acute tubular
necrosis (ATN).
·
Begitu ATN muncul, maka restorasi volume
intravaskular tidak akan mampu memperbaiki LFG oleh karena terpicunya proses
patofisiologi ischemic renal injury. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengatasi
penyebab hipoperfusi ginjal (meningkatkan kadar albumin, memperbaiki fungsi
jantung, dan mengobati sepsis), serta meminimalisir efek kelebihan cairan
Penyebab AKI Prerenal
1.
Hipovolemia
a.
Kehilangan darah: operasi, trauma, perdarahan
saluran cerna
b. Kehilangan cairan melalui saluran cerna: muntah, mencret, drainase
pipa nasogastrik
c.
Kehilangan cairan melalui ginjal: salt wasting
nephropathy, insufisiensi adrenal, diabetes insipidus, diuresis karena obat
atau diuresis osmotik
d. Kehilangan cairan melalui kulit dan mukosa: hipertermia, luka bakar
2.
Penurunan volume intravaskuler efektif
a.
Penurunan cardiac output: gagal jantung,
hipertensi pulmonal, emboli paru
b. Vasodilatasi sistemik: sepsis, anafilaksis, obat-obatan
c.
Third space losses: sindrom nefrotik, GI stasis
3.
Suplai arteri ke ginjal tidak sempurna
a.
Stenosis arteri renalis
4.
Sindrom hepatorenal
5.
Obat yang mengganggu autoregulation dan LFG pada
situasi tertentu
a.
Angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEI)
atau angiotensin II receptor blockers (ARB) pada stenosis arteri renalis atau
hipoperfusi ginjal yang berat: vasodilatasi arteriol eferen yang melebihi
arteriol aferen akan menurunkan glomerular blood flow pada suplai arteri
renalis yang sudah terganggu
b. Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) pada hipoperfusi
ginjal: menghambat sintesis
prostaglandin sehingga vasodilatasi sebagai respon terhadap hipoperfusi ginjal
menjadi terganggu
AKI intrinsik
AKI intrinsik adalah penurunan LFG secara
tiba-tiba akibat kerusakan jaringan ginjal (vaskular,tubular, interstitial atau
glomerulus). ATN merupakan penyebab terbanyak AKI intrinsik yang terjadi
melalui berbagai mekanisme, antara lain iskemia, toksik, gangguan vaskular dan
inflamasi.
1. Hypoxic/Ischemic ATN
Hypoxic/Ischemic AKI merupakan penyebab tersering
terjadinya ATN. Pada ATN terjadi vasokonstriksi intrarenal, yang mengakibatkan
nekrosis sel tubulus proksimal dan daerah ascending loop. Injuri endotel akan
melepaskan dan mengaktifkan vasodilator seperti misalnya nitric oxyde (NO) dan
vasokonstriktor seperti misalnya endothelin. Injuri endothel dan tubular juga menyebabkan
inflamasi intrarenal yang akan memicu terjadinya injuri berkutnya. Terjadi
rekrutmen leukosit dan pelepasan sitokin, termasuk IL-6, IL-8 dan tumor
necrosis factor alpha. Iskemia yang berkepanjangan akan mengakibatkan penurunan
ATP intraselular tubulus, aktivasi protease dan degradasi sitoskeletal tubulus.
Reperfusion akan mengakibatkan terlepasnya molekul oksigen reaktif yang
selanjutnya akan memicu injuri berikutnya.
Kerusakan sel epithel tubulus ginjal akan
menyebabkan hilangnya brush border dan polaritas sel, kematian sel dan
menyebabkan terkelupasnya debris sel kedalam lumen tubulus sehingga menambah
obstruksi tubulus dan injuri selanjutnya. Proses penyembuhan ditandai oleh
dediferensiasi tubulus dan proliferasi menjadi lapisan epitel normal.
2. Mekanisme lain
Penyebab lain terjadinya ATN adalah sepsis
nefrotoksin. Sepsis mengakibatkan vasodilatasi sistemik dan capillary leak,
hipoperfusi renal dan proses iskemik. Sepsis mengakibatkan injuri renal secara
langsung melalui mekanisme yang kompleks, antara lain, vasokonstriksi
intrarenal, inflamasi,microthrombi dan pelepasan radikal bebas
Penyebab AKI Renal
1.
Penyakit glomerulus
Glomerulus akut pasca infeksi, purpura Henoch
Schonlein, nefritis lupus, glomerulonefritis progresif cepat
2.
Penyakit vaskuler
a. Trombosis arteri renalis atau thrombosis vena
renalis
b. Sindrom hemolitik uremik, disseminated intravascular
coagulation
3.
Penyakit interstitial
Nefritis interstitial akut oleh karena infeksi, alergi
atau drug-induced
4.
Penyakit tubulus
a.
Acute tubular necrosis (iskemik/hipoksik), nephrotoxins
(keracunan logam berat), obat-obatan
(aminoglikosid, tetrasiklin, vancomycin, amphotericin B, siklosporin, bahan kontras intravena, cisplatin,
ifosfamide, NSAID)
b. Obstruksi intratubuler: pigment nephropathy (hemoglobin akibat
hemolisis, myoglobin dari rhabdomyolysis), nefropati asam urat (tumor lysis
syndrome)
AKI Pasca Renal
Penurunan
LFG yang disebabkan obstruksi saluran kemih, misalnya tumor, obstruksi ureter
bilateral karena massa, batu atau bekuan darah. Pada neonatus seringkali karena
uropati obstruktif kongenital, misalnya katup urethra posterior
Penyebab AKI Pasca renal
1.
Obstruksi karena anomali anatomi
a.
Katup urethra posterior, striktur/divertikulum urethra
b. Obstruksi vesico-ureteric junction atau pelvic ureteric junction
2.
Obstruksi karena benda asing atau kompresi eksternal
Kalkuli, bekuan darah, massa tumor
3.
Obstruksi fungsional
Neurogenic bladder
DIAGNOSIS BANDING
·
AKI prarenal merupakan akibat hipoperfusi ginjal,
sementara tubulus ginjal tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Pada AKI
prarenal ginjal mampu mempertahankan garam dan air.
·
Pada AKI intrinsik dimana sebagian besar adalah
acute tubular necrosis (ATN), ginjal tidak dapat mempertahankan garam dan air.
Indeks urin (tabel 2) dapat dipakai untuk membedakannya.
·
Diagnosis AKI pascarenal biasanya lebih mudah
ditegakkan dengan mengetahui riwayat penyakit dan ultrasonografi saluran kemih.
ANAMNESIS
·
Tujuan anamnesis adalah untuk mengidentifikasi semua
kemungkinan penyebab dan faktor risiko
·
AKI agar dapat mengarahkan terapi dengan tepat
dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
·
Keadaan hipoperfusi ginjal paling sering dijumpai
terutama pada peristiwa-peristiwa kehilangan darah, sepsis dengan SIRS dan capillary
leak, disfungsi jantung, muntah, terapi cairan yang tidak adekuat, dan luka bakar
·
Riwayat balans cairan yang rinci penting untuk
diketahui. Balans cairan yang negative merupakan petunjuk adanya deplesi volume
yang efektif dan hipoperfusi renal, sementara balans cairan yang positif
menunjukkan adanya gangguan ekskresi cairan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada anamnesis:
a.
Produksi urin menurun, urin berbusa
(proteinuria), urin berwarna gelap (hematuria karena glomerulonefritis atau
renal calculi, hemoglobinuria karena hemolisis, myoglobinuria karena
rhabdomyolisis).
b.
Sembab (sindrom nefrotik, acute tubular necrosis,
gagal jantung).
c.
Ruam kulit (purpura Henoch Schonlein, SLE,
poliarteritis nodosa).
d.
Infeksi faring atau kulit (GNAPS).
e.
Sepsis, luka bakar, gastroenteritis, diare dan
muntah, intake cairan oral berkurang, produksi urin berlebihan, perdarahan.
f.
Pucat, G6PD deficiency, kesalahan transfusi
(mismatch), nyeri perut (batu ginjal, obstruksi saluran kemih akut).
g.
Riwayat keracunan obat, jamu tradisional, logam
berat.
PEMERIKSAAN FISIK
·
Pemeriksaan fisik mempunyai 2 tujuan. Pertama
untuk mencari penyebab AKI.
·
Pasien nefritis menunjukkan gejala-gejala
vaskulitis, ruam dan arthritis. Pasien dengan penyakit hepar yang berat atau
sindrom hepatorenal menunjukkan gejala asites, anomali vaskularisasi abdomen
atau ikterus.
·
Tujuan kedua adalah mencari akibat AKI. Misalnya,
penderita glomerulonefritis menunjukkan gejala volume overload dan hipertensi
memerlukan penanganan segera dengan diuretik dan antihipertensi. Sedangkan
pasien sepsis dengan sindrom kebocoran kapiler juga menunjukkan gejala overload
dan sembab, tetapi mengalami penurunan volume efektif dan perfusi ginjal, maka
terapi yang tepat adalah dengan terapi ultrafiltrasi.
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah:
1.
Vital signs
Frekuensi napas, detak jantung, tekanan darah,
suhu, tanda-tanda perdarahan.
2.
Status hidrasi
Menurun: berat badan turun, turgor kulit menurun,
pengisian kapiler tidak sempurna, mukosa kering, fontanella cekung,
takhikardia, perubahan status mental.
Meningkat: vena leher tegang, hipertensi, sembab
paru, distres napas.
3.
Pemeriksaan abdomen
Supel, asites, ginjal atau buli-buli teraba.
4.
Pemeriksaan neurologi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
·
Hemoglobin, hitung retikulosit (anemia karena
perdarahan atau hemolisis), hitung leukosit, dan hitung diferensial (tanda
sepsis, eosinofil yang tinggi mencurigakan adanya acute interstitial nephritis),
trombosit (trombositopenia pada HUS, sepsis, DIC), gambaran darah tepi
(hemolisis), profil koagulasi (DIC, gagal hepar).
·
Urea dan kreatinin serum (AKI), elektrolit dan
asam basa (komplikasi AKI yaitu hiperkalemia, hiponatremia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, asidosismetabolik).
·
Osmolalitas serum dan urin, natrium urin,
kretinin urin (membedakan pra-renal atau renal), kreatinin kinase (meningkat
pada injuri otot), asam urat dan LDH (meningkat pada tumor lysis sindrome).
·
Urinalisis dan biakan urin (hematuri menunjukkan
adanya penyakit ginjal atau pacarenal, torak
·
sel darah merah menunjukkan penyakit glomerulus,
proteinuria masif pada glomerulonefritis, torak
·
granuler tubulus pada ATN, eosinofil dalam urine
pada nefritis interstitial, hemoglobinuria pada hemolisis, myoglobinuria pada
rhabdomyolysis)
·
Antinuclear antibodies dan anti double stranded
DNA (pada SLE), komplemen C3 dan C4 (kadar komplemen C3 yang rendah pada GNAPS,
kadar komplemen C3 dan C4 yang rendah pada SLE).
·
Biakan feces bila diare (terutama E. Coli O157:H7
sebagai penyebab HUS)
Pencitraan
·
Pemeriksaan radiologi pada saluran kemih membantu
penegakan diagnosis seperti obstruksi saluran kemih baik yang didapat maupun
kongenital, displasia ginjal, atau penyakit kistik ginjal.
·
Pemeriksaan Doppler pada renal vessels berguna
pada penderita yang dicurigai terdapat kelainan perfusi vaskular, walaupun akan
lebih spesifik lagi jika pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan computed
tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI).
·
Pada umumnya, ultrasound (USG) rutin
dilakukan pada AKI untuk merekam anatomi genitourinaria dan ukuran normal kedua
ginjal.
Biopsi ginjal
·
Diperlukan pada kasus-kasus tertentu, misalnya
pada glomerulonefritif progresif cepat (diagnosishistologis akan membantu
terapi imunosupresan).
TATALAKSANA
·
Prinsip terapi acute kidney injury pada
anak adalah mengatasi penyakit yang mendasari.
·
Pemberian obat-obatan perlu disesuaikan dengan
derajat kerusakan ginjal. Prinsip dasar dari penanganan acute kidney injury pada
anak adalah pencegahan kerusakan ginjal lebih lanjut, manajemen cairan yang
tepat, koreksi asidosis dan gangguan elektrolit, manajemen nutrisi, penggunaan
obat-obatan yang tepat. Semua tindakan tersebut merupakan terapi konservatif
·
Apabila dengan tindakan konservatif tidak
menunjukkan hasil, perlu dilanjutkan dengan terapi pengganti ginjal atau RRT (renal
replacement therapy) berupa dialisis. Dialisis diperlukan untuk mempertahankan
fungsi ginjal sampai dengan saat pemulihan penyakit.
Manajemen cairan
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada
penderita AKI sangat sering terjadi, dan harus diperhatikan. Pada penderita
dengan keadaan:
·
Dehidrasi atau
syok
Pada penderita yang mengalami dehidrasi atau syok, harus segera
dilakukan resusitasi cairan dengan menggunakan cairan kristaloid isotonik,
misalnya normal saline atau RL sebesar 10-20 cc/kgBB
Jika dehidrasi atau syok yang disebabkan oleh karena perdarahan, dapat
dilakukan transfuse darah. Pemberian inotropik dapat juga diberikan disamping
pemberian cairan yang adekuat bila tekanan darah atau perfusi jaringan tetap
jelek.
·
Kelebihan cairan
(volume overload)
Diuretik sering digunakan untuk mengurangi kelebihan cairan pada
status penyakit akut dankronis seperti gagal jantung kongestif dan gagal ginjal.
Diuretik, terutama loop diuretic, adalah obat yang tersering
digunakan pada penanganan penderita dengan AKI. Loop diuretic bekerja
pada bagian tengah loop of Henle untuk menghalangi pump Na+/K+/Cl-
pada permukan sel membran lumen dan mengurangi kebutuhan oksigen. Diuretik
berperan untuk mengurangi kelebihan jumlah cairan ekstravaskular dengan cara
menaikkan produksi urin dan memperbaiki sistem homeostasis asambasa serta
elektrolit.
Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa diuretik dapat mengurangi
derajat keparahan penyakit dengan mengubah dari AKI oligouria menjadi
non-oligouria, memperpendek durasi AKI, meningkatkan pemulihan ginjal, dan
menunda pelaksanaan terapi pengganti ginjal berkesinambungan. Bila terjadi kelebihan cairan atau volume
overload, harus dilakukan restriksi cairan sebesar :
-
Invisible water loss (IWL) (400ml/m²/hari) +
produksi urin (urine output) + cairan lain yang keluar (drain, nasogastric
tube, gastrointestinal loss).
-
Loop diuretic,misalnya furosemid dapat diberikan
1-4 mg/kgBB/dosis iv, tiap 6 jam. Pemberian secara infus/drip lebih baik,
karena lebih efektif dan efek toksiknya (ototoksik) berkurang. Diuretikdapat
dihentikan jika tidak ada respon.
-
Osmotic diuretic, misalnya manitol dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g/kgBB/dosis
(manitol 20% 2,5-5 ml/kgBB/dosis iv 30-60 menit sampai dengan 2 jam dengan
pemantauan osmolalitas serum).
·
Asidosis
Pemberian natrium bikarbonat dilakukan pada asidosis metabolik yang
mengancam jiwa dimana kompensasai respirasi maksimal sudah tidak memadai lagi
dan atau asidosis tersebut memberikan kontribusi untuk terjadinya hiperkalemia.
·
Hiperkalemia
Hiperkalemia adalah peningkatan kadar kalium serum > 6.5 mmol/L
atau adanya gangguan konduksi jantung.
Elektrokardiografi pada hiperkalemia menunjukkan peninggian gelombang
T, gelombang P yang datar, pemanjanganan PR interval, dan pelebaran QRS.
Bradikardi, supraventrikular atau ventricular takikardi dan ventrikular
fibrilasi mungkin terjadi
Tata laksana pada hiperkalemi:
Kalsium glukonas intravenous (Ca gluconas 10 % 0,5 - 1 ml/kg IV dalam
5-15 menit) akan menstabilkan potensial membran sel miokard tetapi tidak
menurunkan kadar kalium.
Mendorong kalium dari ekstraseluler (ECF) masuk kedalam intraseluler
melalui tiga terapi:
1. glukosa dan insulin intra vena ( 0,5-1,0 g/kg iv glukosa dengan
insulin 0,1 unit/kg iv).
2. natrium bikarbonat 1 mmol/kg iv dalam 30-60 menit.
3. Salbutamol inhalasi dengan dosis 2,5mg jika berat badan < 25 kg
atau 5 mg jika berat anak >25 kg, atau diberikan secara infus iv dengan
dosis 4-5 mcg/kg selama 15 menit, tetapi nebulisasi merupakan terapi yang lebih
dianjurkan.
Terapi di atas hanya mampu memperbaiki kadar kalium plasma untuk
sementara sehingga diperlukan terapi tambahan untuk mengeluarkan kalium dari
tubuh. Sodium polystyrene sulfonate (Kayexalate), sebuah ion exchange
resin dengan dosis 1 gram/kg/dose peroral atau perrektal dapat digunakan untuk
menukar kalium dengan natrium dalam colon. Diuretik dapat digunakan meskipun tidak
memberikan manfaat yang besar. Terapi pengganti ginjal berkesinambungan dapat
dilakukannjika koreksi secara medis gagal untuk mengatasi hiperkalemi.
Untuk pasien dengan hiperkalemi ringan sampai sedang (kalium serum
antara 6,0 -7,0 mEq/L dan yang asimptomatik tanpa perubahan EKG) kayexalate
merupakan terapi yang sangat berguna untuk mencegah peningkatan kalium serum.
Pada semua penderita dengan GGA, obat-obat yang mengandung kalium harus
disingkirkan dan pasien harus dipertahankan dengan diet rendah kalium sampai
kelainan ginjalnya diperbaiki. Kalium serum harus selalu dimonitor selama
ginjal masih mengalami gangguan.
·
Hiperfosfatemia
dan hipokalsemia
Hiperfosfatemia diatasi dengan diet rendah fosfat dan pengikat fosfat
yang mengandung kalsium. Ginjal menghasilkan 1-aä-hidroksilase untuk aktivasi
vitamin D. Pada gagal ginjal, aktivasi ini terganggu, sehingga tidak mampu
mengabsorbsi kalsium dalam usus dengan akibat terjadi hipokalsemia. Pengobatan
dengan pemberian Calcium gluconas 10% sebesar 0,5-1 cc/kgBB iv, maksimal 10 cc
disertai pemberian vitmin D3.
·
Hiponatremia
Diagnosis hiponatremia ditegakkan apabila kadar natrium serum kurang
dari 130 mmol/L. Sebagian besar kasus hiponatremia terjadi oleh karena
kelebihan cairan (fluid overload) atau kehilangan natrium, misalnya diare.
Hiponatremia diatasi dengan mengatasi penyebabnya, cairan dibatasi dan
tambahkan defisit natrium.
·
Vasodilatasi
renal
Dopamin dosis renal 1-3 mcg/kg/menit iv infus.
·
Pemberian
obat-obatan
Obat-obatan hendaknya diberikan dalam dosis yang
tepat dan hindarkan pemberian obat-obatan yang bersifat nefrotoksik.
·
Nutrisi
Penderita AKI memiliki katabolik yang tinggi sehingga malnutrisi mudah
terjadi. Penderita AKI harus diberi terapi nutrisi sesegera mungkin. Pemberian
secara parenteral hanya diindikasikan jika fase akut sudah terlewati, serta
kerusakan metabolik yang parah sudah diatasi. Pada beberapa kasus, tergantung
pada tingkat keparahan penyakitnya (akut pankreatitis, disfungsi usus,
kebutuhan nutrisi yang tinggi) menjadi indikasi untuk pemberian diet khusus.
Pemberian diet sebaiknya dengankomposisi protein bernilai biologik tinggi
(protein hewani), rendah fosfat dan rendah kalium. Kalori diberikan sebesar 120
kKal/kgBB/hari.[
·
Hipertensi
Penderita dengan hipertensi berat dapat mengakibatkan ensfalopati,
stroke dan gagal jantung kongestif. Hipertensi akut atau krisis hipertensi
harus diterapi dengan antihipertensi yang beronset cepat tapi berdurasi
singkat. Tekanan darah harus diturunkan 20-30% dalam 2-3 jam. Setelahtekanan
darah keluar dari fase krisis, tekanan darah kemudian diturunkan secara
bertahap agar lebih rendah dari persentil ke-95 dalam beberapa hari
berikutnya.[24]
Beberapa macam obat anti hipertensi yang sering dipakai adalah:
a.
Labetalol 0.3-3.0 mg/kg/jam iv, infus. Dapat
terjadi bradikardia, hindarkan pada penyakit saluran napas.
b.
Sodium nitroprussid 0.5-10 mcg/kg/menit iv infus,
hati-hati keracunan tiosianat.
c.
Nicardipine 1-3 mcg/kg/menit iv infus.
d.
Hidralazin 0.1-0.3 mg/kg/dose iv tiap 6-8 jam.
e.
Nifedipin 0.25-0.5 mg/kg/dose sublingual atau
oral 2 kali sehari.
PROGNOSIS
Duapertiga
penderita AKI yang dirawat di pusat rumah sakit, keluar dari rumah sakit dalam keadaan
sembuh sempurna, 30% dalam keadaan fungsi ginjal yang membaik dengan
kecenderungan menjadi penyakit ginjal kronik, dan 5% masih menjalani terapi
pengganti ginjal saat keluar dari rumah sakit.
Dalam
3-5 tahun pengamatan pada penderita AKI, 80% penderita bertahan hidup, walaupun
sebagian besar (60%) mengalami gangguan fungsi ginjal seperti penurunan laju
filtrasi glomerulus,hipertensi, mikroalbuminuria, atau hematuria. Bagi
penderita yang sembuh dari AKI, terdapat kemungkinan akan mengalami disfungsi
ginjal berupamenurunnya laju filtrasi glomerulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar